PPDB SMA/SMK Banten Dinilai Carut Marut

RADARTANGSEL RATAS – Tudingan miring terhadap kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Banten 2022 kembali disuarakan. Bahkan PPDB SMA SMK tahun ini dianggap yang terburuk setelah berakhirnya Jabatan Gubernur Wahidin Halim dan Wagub Andika Hazrumi.

“Tak sedikit kritik dan protes dari berbagai elemen masyarakat baik secara perorangan maupun organisasi soal PPDB ini. Termasuk sejumlah pengaduan yang masuk ke Inpekstorat Banten secara langsung, tak satupun yang mendapat respons dari pihak Dinas Pendidikan Banten,” ungkap pemerhati pendidikan Banten, Imron Khamami.

Ironisnya, lanjut Imron, dalam beberapa hari terakhir para pejabat Dinas Pendidikan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan PPDB seperti “menghilang” saat beberapa pihak menyoroti pelaksanaan PPDB SMA SMK yang carut marut ini.

Dijelaskan, berdasar Petunjuk Teknis PPDB Nomor : 800/220/DINDIKBUD/2022 tanggal 19 Mei 2022 telah  mengatur prinsip yang mendasari pelaksanaan PPDB. Antara lain, obyektif, akuntabel, Transparansi dan  nondiskriminatif.

”Ternyata dalam praktiknya semua prinsip tersebut telah dilanggar dengan berbagai modus operandi di semua jalur yang disediakan,” tandasnya.

Kata lainnya, lanjut Imron, pelaksanaan PPDB SMA/SMK di Banten  tidak menggunakan  prinsip atau tidak menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).

BACA JUGA :  OPM Ingin Pilot Susi Air Ditukar dengan Kemerdekaan Papua, Pensiunan Jenderal TNI: NKRI Harga Mati!

Prinsip obyektif sudah dilanggar oleh panitia PPDB. Panitia PPDB di sekolah  tidak berdaya dan terpaksa menerima calon peserta didik berdasarkan surat rekomendasi dari anggota DPRD Banten khususnya dari Komisi V. Walaupun sebenarnya, bisa jadi calon peserta didik tersebut secara aturan tidak memenuhi syarat untuk diterima. 

“Lantas jika DPRD Banten dari Komisi V yang memiliki fungsi pengawasan terhadap kerja eksekutif ikut bermain,  mana mungkin prinsip obyektif ini bisa ditegakkan dengan benar,” sebutnya.

Prinsip PPDB yang akuntabel juga tidak diterapkan. Nyaris tidak ada klarifikasi saat ada protes dan sanggahan dari berbagai pihak, baik yang disampaikan melalui surat maupun protes melalui media massa. 

“Pihak Dindikbud seharusnya memberikan klarifikasi atau jawaban dan pertanggungjawaban ke publik manakala ditengarai ada kecurangan dalam penentuan diterima atau tidak diterimanya calon peserta didik baru,” sebutnya. 

Imron menambahkan,  prinsip transparansi dalam PPDB adalah yang paling banyak dilanggar.

Contohnya, ada calon peserta didik yang nilai prestasi rendah bisa diterima dan yang nilainya lebih tinggi tidak diterima.

BACA JUGA :  Kapolsek dan Kanit Reskrim Penjaringan Ditangkap, Ada Apa?

“Bagaimana cara menentukan diterima atau tidak diterimanya peserta didik yang berprestasi non akademik.Banyak atlet berprestasi tidak diterima sehingga diprotes oleh KORMI dan KONI. Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah tentang hasil akhir PPDB pun tidak bisa diakses oleh publik. Lalu, di mana transparansinya,” tanya Imron.

Yang terakhir adalah prinsip Nondiskriminatif. Dalam praktiknya telah terjadi diskriminasi pada jalur afirmasi. Imron mengaku menemukan bukti bahwa ada calon peserta didik yang memiliki Kartu KIP, Tangerang Cerdas, Anak Yatim tidak diterima, sementara peserta didik yang memiliki surat rekomendasi DPRD dan titipan dari Dindikbud diterima.

Diskriminasi juga terjadi pada penerapan jalur perpindahan orang tua. Calon peserta didik yang memiliki akses terhadap Panitia PPDB dapat menggunakan fasilitas jalur perpindahan orang tua. Sementara bagi peserta yang lain tidak bisa. 

Kata Imron, tawaran PJ Gubernur Banten Al Muktabar dalam berbagai kesempatan menawarkan solusi dengan “akan” membuka sekolah metaverse di 14 sekolah penggerak di Banten dalam tahun ajaran 2022/2023 patut ditunggu.

“Tawaran solusi patut dihargai dan ditunggu realisasinya. Bukan sekedar pemanis apalagi bermaksud nge-prank kepada warga masyarakat yang berhak atas pendidikan di Banten,” cetusnya.

BACA JUGA :  Hati-Hati! STNK Mati Dua Tahun, Data Kendaraan Bakal Dihapus

Hanya saja, setelah ditelusuri ke sekolah tujuan sebagai sekolah metaverse baik di SMA 1 maupun di SMA 2 Kota Tangerang, juga di SMA 2 dan SMA 3 Tangerang Selatan, dalam beberapa hari ini  tidak ada tanda-tanda ada kegiatan penerimaan siswa sekolah metaverse.

Bahkan pihak sekolah yang ditemui mengatakan, kalau sekolah metaverse tidak ada payung hukum dari Kementerian Pendidikan, belum dibuat peraturan gubernur-nya termasuk juklak Juknisnya.

“Sekolah penggerak memiliki sejumlah keterbatasan menerapkan sekolah metaverse ini. Keberadaan guru salah satunya, di samping sejumlah persoalan lain,” terang Imron.

Imron mengganggap, pernyataan PJ Gubernur Al Muktabar yang akan membuka sekolah metaverse dilakukan tanpa kajian yang komprehenshif dan berpotensi menambah kekecewaan di masyarakat yang telah terdzolimi dalam proses PPDB 2022.  

“Jika Al Muktabar tidak ingin dianggap sebagai pihak yang memberikan harapan palsu saja, maka sebaiknya memberikan solusi yang realistis di sekolah dengan membuka rombel baru di sekolah yang padat penduduk,” cetusnya.(hds)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini