Komisi II DPR Pertimbangkan Usulan Depok, Bogor dan Bekasi Masuk Provinsi DKI Jakarta

27
202
Wilayah Depok terdiri dari 11 kecamatan yang dibagi menjadi 63 kelurahan. Awalnya, Depok adalah sebuah kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Kemudian pada 1982, Depok mendapatkan status sebagai kota administratif. Lalu sejak 27 April 1999, Depok resmi ditetapkan menjadi kotamadya yang terpisah dari Kabupaten Bogor. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Komisi II dikabarkan tengah mempertimbangkan usulan Depok, Bogor, dan Bekasi masuk ke wilayah Jakarta Raya dalam revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

“Terkait usulan Wali Kota Depok agar memasukkan Depok, Bogor, dan Bekasi masuk dalam wilayah Jakarta Raya, Komisi II DPR akan mempertimbangkannya dalam pembahasan revisi UU tentang DKI Jakarta,” kata Anggota DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, di Jakarta (22/7).

Menurut Rifqi, UU tentang DKI Jakarta memang harus diubah setelah UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara diberlakukan. Dia menjelaskan, revisi itu akan mengatur apakah wilayah Jakarta akan meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) atau mengatur karakteristik kekhususan.

“Karena kekhususannya dalam konstitusi Pasal 18 harus bersifat beda dari keberadaan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia,” ungkap Rifqi.

Rifqi menjelaskan, ketika Jakarta tidak menjadi Daerah Khusus Ibu Kota, maka wacana yang perlu dipertimbangkan adalah menempatkan wilayah kabupaten dan kota yang saat ini bersifat kota administratif berubah menjadi otonom.

BACA JUGA :  Akses untuk Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung Belum Ada, Wamen BUMN: Itu Hal yang Bodoh!

Ketika perubahan bentuk kabupaten dan kota tersebut dilakukan, kata Rifqi, maka di wilayah tersebut akan terjadi pemilihan kepala daerah dan anggota DPRD secara langsung. “Semua itu selambat-lambatnya akan kami bahas di akhir tahun 2022 agar tidak ada dualisme aspek yuridis ibu kota negara,” ujarnya.

Rifqi mengakui saat ini secara de jure, ibu kota negara Indonesia berada di dua tempat, Jakarta dan IKN Nusantara, hingga dilakukan perubahan terhadap UU tentang Pemprov DKI Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin oleh Anies Baswedan telah mengajukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ajuan revisi UU 29/2007 itu terkait dengan peralihan status DKI yang saat ini masih ada di Jakarta.

Usulan agar wilayah Depok disatukan menjadi Jakarta Raya disampaikan oleh Wali Kota Depok Mohammad Idris beberapa waktu lalu. Bahkan ia mengusulkan daerah-daerah penyangga DKI Jakarta lain seperti Bogor, Tangerang dan Bekasi juga digabungkan dengan ibu kota untuk menjadi Jakarta Raya.

BACA JUGA :  Penuhi Imbauan Kemenhub, Garuda Indonesia Bakal Turunkan Harga Tiket

“Satu ide saya kalau mau sukses pembangunan Jakarta dan sekitarnya, satukan Jakarta Raya,” kata Idris, seperti yang dikutip Detik.com (17/7).
Idris mengungkapkan alasan usulannya itu. Menurut Idris, permasalahan yang ada di wilayah daerah penyangga Jakarta mudah terselesaikan jika kawasan tersebut digabung. Ia juga menyebut peran satu gubernur untuk penggabungan wilayah itu.

Selain itu, kata Idris, pembangunan Kota Depok akan berjalan lebih cepat karena perbedaan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Depok dan DKI cukup jauh. “Pembangunan Kota Depok akan berjalan lebih cepat, karena PAD-nya saja sangat jomplang. PAD kita baru Rp 1,2 triliun, Jakarta sudah ratusan triliun gitu dari sisi pembangunan,” tuturnya.

Idris menambahkan, usulan Jakarta Raya itu juga terkait dengan keberadaan Ibu Kota Negara (IKN). Selain itu, katanya, ide Jakarta Raya juga pernah ada di era Orde Baru.

Kabarnya, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, menegur Idris. UU menilai pernyataan Idris tentang Bodebek bergabung ke Jakarta telah membuat suasana menjadi gaduh.

BACA JUGA :  Tak Mau Bergantung pada Australia, Indonesia Incar Sapi-Sapi dari India

Tolong, Pak Wali Kota, jangan menyampaikan statement-statement yang membuat masyarakat gaduh, dan membuat masyarakat memiliki pikiran-pikiran lain. Karena kata-kata itu seolah-olah mendiskreditkan kami selaku pemerintah dan pimpinan di Jawa Barat,” tuturnya seperti yang dikutip Kompas.com (17/7). (BD)

27 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini