
RADAR TANGSEL RATAS – Amerika Serikat (AS) tampaknya makin mewaspadai kehadiran militer Rusia dan China di Timur Tengah dan mengkhawatirkan bakal besarnya pengaruh kedua negara itu di sana. Hal itu disampaikan oleh Jenderal tertinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat di Timur Tengah, Letjen Alexus Grynkewich, pada Kamis (21/7).
Kekhawatiran itu muncul ketika negara-negara adidaya bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan militer di kawasan Timur Tengah.
Saat melangkah ke peran barunya di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, yang letaknya ribuan mil dari gurun panas di luar ibu kota Qatar, Grynkewich memikul tanggung jawab operasi militer di Irak, Suriah, Afghanistan, dan di seluruh wilayah itu. Ia sebelumnya menjabat sebagai Direktur Operasi di Pusat Komando di Tampa-Florida.
Grynkewich menyampaikan pernyataan itu ketika ketegangan melanda kawasan tersebut terkait perkembangan pesat program nuklir Iran dan pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara adidaya yang menemui jalan buntu.
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran dengan cepat meningkatkan persediaan bahan bakar nuklirnya yang mendekati tingkat pembuatan senjata. Hal itu memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi.
Iran juga memiliki sentrifugal yang lebih canggih, yang berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015 telah dilarang. Amerika Serikat, di bawah Presiden Donald Trump, secara sepihak meninggalkan kesepakatan itu pada tahun 2018.
Menurut Grynkewich, beberapa pekan terakhir ini, pasukan Amerika Serikat telah melihat berkurangnya serangan yang menarget seluruh wilayah itu karena lemahnya kesepakatan gencatan senjata antara kelompok pemberontak Houthi yang didukung Iran dengan koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi.
Proses pembentukan pemerintah yang sedang berlangsung di Baghdad, kata Grynkewich juga, membuat milisi yang didukung Iran berada dalam ketidakpastian.
“Seiring meredanya ancaman-ancaman lain, Amerika mempertajam fokusnya untuk menahan dan melawan pengaruh Rusia dan China di kawasan itu,” tutur Grynkewich.
Ia juga mencatat bahwa Rusia berusaha mempertahankan pengaruhnya di Suriah ketika membantu menyelamatkan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad dan mengubah gelombang perang itu demi kepentingannya.
Sebelumnya, pada Sabtu (16/7), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengatakan bahwa Washington tidak akan membiarkan Rusia, China, atau Iran memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah.
“Kami tidak akan pergi dan meninggalkan kekosongan untuk diisi oleh China, Rusia, atau Iran. Kami akan berusaha membangun momen ini dengan kepemimpinan Amerika yang aktif dan berprinsip,” kata Biden pada pertemuan puncak Arab-Amerika di kota Jeddah, Arab Saudi, seperti yang dilansir Anadolu Agency. (BD)
