RADAR TANGSEL RATAS – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bersama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumsel memilih kawasan Teluk Gelam di Kabupaten Ogan Komering Ilir menjadi lokasi pembangunan Balai Rehabilitasi Narkoba.
Menurut Kepala BNN Provinsi Sumatera Selatan Brigjen Pol. Djoko Prihadi, penetapan lokasi tersebut berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Sumsel.
“Kami menilai Kabupaten Ogan Komering Ilir yang paling siap untuk memiliki Balai Rehabilitasi Narkoba,” kata Djoko usai bertemu Bupati Ogan Komering Ilir Iskandar, Rabu (27/7).
Djoko menjelaskan, upaya hukuman penjara bagi pecandu narkotika belum menjadi pembelajaran positif, sehingga pemerintah lebih mengarahkan pada upaya rehabilitasi. Keberadaan balai rehabilitasi narkoba itu diharapkan dapat memenuhi asas keadilan bagi korban penyalahgunaan narkoba.
“Mudah-mudahan kerja sama ini bisa mengajak seluruh elemen masyarakat, bersama-sama untuk memerangi narkoba serta menyelamatkan generasi muda,” tutur Djoko.
Iskandar menyambut baik penetapan kawasan Teluk Gelam di Ogan Komering Ilir sebagai Balai Rehabilitasi Narkoba di Provinsi Sumsel. Menurutnya, balai rehabilitasi tersebut merupakan bentuk implementasi dari konsep keadilan restorasi.
Kata Iskandar, Balai Rehabilitasi Narkoba menjadi sarana pemulihan yang tepat bagi mereka yang menghadapi ketergantungan narkoba, katanya. “Saya yakin balai rehabilitasi ini dapat mengurangi dampak ketergantungan narkoba,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ogan Komering Ilir Abdi Reza Fahlevi mengatakan alasan pemilihan kawasan Teluk Gelam sebagai pusat rehabilitasi narkotika karena di lokasi tersebut sudah berdiri rumah sakit, termasuk arena wisata berupa danau. Sebelumnya kawasan itu merupakan rumah sakit darurat untuk penderita COVID-19.
Seperti yang dikutip ANTARA Sumsel (27/7), upaya mendirikan pusat rehabilitasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan tindak lanjut dari Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.
Pada tahap penuntutan, Jaksa Agung memiliki opsi merehabilitasi pengguna narkotika daripada menuntut sanksi penjara apabila syarat-syarat rehabilitasi terpenuhi.
Abdi berharap pedoman dari Jaksa Agung tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi masalah jumlah penghuni yang melebihi kapasitas di lembaga permasyarakatan. “Ini bertujuan untuk memulihkan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime,” ujarnya. (BD)