RADAR TANGSEL RATAS – Pulau Sanya adalah pulau yang terkenal dengan resor dan pantainya. Kini, sekitar 80.000 turis terdampar di resor Pantai Sanya di wilayah China selatan akibat kebijakan lockdwon. Pulau yang dijuluki “Hawaii dari China” itu ditutup setelah dinyatakan sebagai hotspot penyebaran COVID-19.
Pembatasan mulai berlaku pada Sabtu pagi, ketika pihak berwenang berusaha membendung penyebaran COVID-19 di Pulau Hainan yang tropis. Ada 229 kasus yang dikonfirmasi pada hari Jumat dan tambahan 129 pada hari Sabtu.
Partai Komunis China yang berkuasa berpegang teguh pada pendekatan nol-COVID. Kebijakan ini semakin bertentangan dengan negara-negara di seluruh dunia.
Baru-baru ini, wabah di Shanghai menyebar begitu luas sehingga pihak berwenang mengunci seluruh kota selama dua bulan. Lockdown membuat jutaan orang terjebak dan memberikan pukulan bagi ekonomi nasional.
Otoritas kereta api melarang semua penjualan tiket di Sanya, dan semua penerbangan juga dibatalkan. Turis yang ingin meninggalkan Sanya harus dites negatif dari virus Corona pada lima tes PCR selama tujuh hari.
Menurut seorang pejabat kota, hotel-hotel di Sanya menawarkan diskon 50 persen kepada tamu selama periode penguncian. Penguncian terjadi saat turis di Sanya mencapai angka tertinggi.
Salah satu yang terkena aturan lockdown adalah Yang Jing. Pengusaha China itu merencanakan liburan musim panas sejak tahun 2021. Dia memilih pulau tropis selatan Hainan karena rekam jejak COVID-19 yang bagus.
Pulau di Laut China Selatan itu mencatat hanya dua kasus positif COVID-19 yang bergejala sepanjang tahun lalu. Tapi di bulan ini, jumlah kasusnya tiba-tiba melonjak. Yang Jing dan ribuan turis lainnya terjebak di Sanya.
Yang Jin bersama suami dan anaknya, menginap di hotel bintang empat dengan biaya sendiri. Keluarga itu mengonsumsi mie pot setiap hari untuk menghindari pengeluaran lebih banyak untuk makanan. “Ini adalah hari libur terburuk dalam hidup saya,” kata Yang Jin yang tinggal di Provinsi Jiangxi di Cina selatan, kepada Reuters, Minggu (7/8).
Pulau Sanya melaporkan 689 kasus bergejala dan 282 kasus tanpa gejala antara 1 Agustus dan 7 Agustus. Kota-kota lain di sekitar provinsi Hainan, termasuk Danzhou, Dongfang, Lingshui, dan Lingao, semuanya telah melaporkan lebih dari selusin kasus pada periode yang sama.
Seorang turis asing yang tinggal di China dan sedang berbulan madu di Sanya, mengatakan bahwa masalah tambahan bagi turis yang terdampar adalah kenaikan harga besar-besaran, termasuk makanan. Selain itu, harga tiket pesawat untuk keluar dari Hainan juga melonjak.
Turis asing itu juga mengatakan bahwa persediaan makanan di hotelnya juga kian menipis. “Kami berharap Sanya tidak akan berubah menjadi Shanghai yang lain,” kata turis yang menolak menyebutkan namanya tadi.
Pengunjung domestik telah membuat industri pariwisata di Hainan tetap hidup meskipun diterjang wabah pandemi. Tapi lockdown yang tiba-tiba membuat turis enggan datang lagi. “Kami tidak akan pernah ingin kembali lagi,” kata turis bernama Zhou yang sedang berlibur bersama enam anggota keluarga lainnya.
Pihak berwenang di Sanya mengatakan bahwa turis yang terdampar dapat meninggalkan pulau itu mulai Sabtu depan, asalkan mereka telah melakukan lima tes COVID-19 dan memperoleh hasil negatif untuk semuanya. (BD)