RADARTANGSEL RATAS – Pada hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 ini, Pemprov DKI menghadirkan keadilan dan kesetaraan untuk masyarakat dengan lahirnya kebijakan pajak yang adil dan merata bagi semua warga Jakarta.
Adapun kebijakan pajak berkeadilan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2022 tentang Kebijakan Penetapan dan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi Tahun 2022.
Terkait hal tersebut, sekaligus sebagai bentuk perayaan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, Pemprov DKI menggelar kegiatan ‘Pajak Jakarta, Adil dan Merata Untuk Semua’ di RPTRA Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada Rabu (17/8/2022) sore.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan secara simbolis memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Elektronik (e-SPPT) PBB-P2 tahun 2022, kepada 25 wajib pajak perwakilan dari masing-masing Kota Administratif di DKI Jakarta.
“Dengan semangat perayaan kemerdekaan tahun ini, Pemprov DKI memberikan sebuah kado berupa kebijakan pajak yang adil dan merata untuk semua warga Jakarta. Kebijakan pajak yang adil dan merata ini sekaligus wujud nyata Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hadir dalam kehidupan masyarakat Jakarta, yakni sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” kata Gubernur Anies.
Anies menjelaskan dengan hadirnya kebijakan ini, maka bangunan yang nilainya di bawah Rp2 miliar akan dibebaskan dari PBB. Ia juga menjelaskan terdapat 1,4 juta rumah di Jakarta. Ada yang nilainya di atas Rp2 miliar sekitar 200 ribu rumah, serta yang nilainya di bawah Rp2 miliar rupiah ada 1,2 juta rumah.
“Jadi dengan kebijakan ini, maka 85 persen warga dan bangunan di Jakarta tidak terkena PBB. Di tempat ini yang nilainya di atas 2 miliar mereka masih terkena PBB. Tapi itu pun ada pengecualiannya,” ucap Anies.
Anies turut menjelaskan dasar pembuatan kebijakan yang mempertimbangkan luas minimum lahan dan bangunan untuk rumah sederhana sehat, yaitu seluas 60 meter persegi untuk bumi dan 36 meter persegi untuk bangunan.
“Hal ini karena 36 meter persegi itu kebutuhan hidup manusia, karena perlu tempat untuk hidup. Lalu yang digunakan angka minimal 36 meter persegi, begitu juga dengan tanah. Dasar ini merujuk kepada Permen PUPR yang disitu telah menata tentang standar minimal kebutuhan hidup (hunian). Jadi sekitar 2,7 triliun rupiah total pajak dari hunian yang biasa diterima pemerintah sebelum adanya kebijakan ini, bisa disimpan oleh warga untuk kepentingan ekonomi mereka,” ujarnya.(abd)
