
RADAR TANGSEL RATAS – Maskapai penerbangan berbiaya murah atau Low Cost Carrier (LCC) asal Jepang, Zipair, menyatakan komitmennya untuk pembangunan berkelanjutan ke tingkat yang lebih tinggi. Hal itu dilakukan dengan memperkenalkan makanan dalam penerbangan yang dibuat dari serangga.
Seperti yang dilansir SCMP, Selasa (16/8), maskapai yang merupakan anak perusahaan maskapai nasional Japan Airlines itu mulai melakukan reservasi sejak bulan lalu untuk dua makanan dalam penerbangan yang sebagian bahannya adalah hewan jangkrik, yang secara luas dianggap sebagai sumber makanan kaya protein dan nutrisi lainnya.
Maskapai Zipair menyajikan burger cabai dengan tomat dan hidangan pasta yang di dalamnya dimasukkan hewan jangkrik yang dihancurkan, seharga 1.500 yen (sekitar Rp 165 ribu).
Zipair, yang mulai beroperasi menerbangkan penumpang pada Oktober 2020 dan terbang dari Narita ke Singapura, Seoul, Korea Selatan, Bangkok, Thailand, serta Honolulu dan Los Angeles (Amerika Serikat), bekerja sama dengan perusahaan teknologi pangan Gryllus untuk menyajikan makanan tidak biasa.
“Meski masih meninjau tanggapan pelanggan, kami telah menerima lebih dari 60 pesanan pembelian untuk dua hidangan tersebut sejak diperkenalkan pada 1 Juli 2022,” kata Mark Matsumoto, juru bicara maskapai.
Zipair mendapat inspirasi untuk lebih berani dengan menu dalam penerbangannya sebagai bentuk partisipasi terhadap pembangunan berkelanjutan tanpa limbah makanan, seperti yang diumumkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2015. Matsumoto mengatakan bahwa maskapai merasa tindakan untuk melindungi lingkungan adalah tanggung jawab mereka.
“Sejalan dengan target pengurangan limbah makanan, Zipair saat ini hanya menyiapkan dan memuat makanan yang sudah dipesan sebelumnya. Artinya, kami tidak membuat makanan berdasarkan jumlah penumpang di setiap penerbangan,” ungkap Matsumoto.
Lebih lanjut, Matsumoto mengatakan bahwa Zipair dan Gryllus sama-sama memiliki tujuan bersama untuk mengurangi sampah makanan. “Jadi masuk akal bagi kedua perusahaan untuk berkolaborasi dalam pengembangan menu dalam penerbangan ini,” tuturnya.
Menurut Matsumoto, PBB telah melaporkan bahwa dalam 30 tahun ke depan, populasi global akan mencapai tingkat di mana kekurangan produk makanan hewani akan terjadi.
“Jadi, kami akan terus bekerja dengan perusahaan yang mengembangkan dan memperkenalkan pilihan makanan berkelanjutan untuk berkontribusi pada perbaikan masyarakat,” kata Matsumoto.
Koki kedua perusahaan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk menyempurnakan resep dua hidangan tersebut, dengan aroma bubuk jangkrik yang diklaim mirip dengan aroma kedelai.
Gryllus mulai eksis pada tahun 2019 oleh Takahito Watanabe, seorang profesor biologi perkembangan di Universitas Tokushima, Jepang selatan. Perusahaan itu didirikan dengan tujuan memelihara jangkrik dalam skala industri dan mengubahnya jadi sumber makanan.
Di situs webnya, Gryllus menjelaskan bahwa filosofi perusahaan adalah menciptakan “harmoni baru” yang membantu memecahkan masalah protein yang terbuang, mengembangkan siklus makanan global, dan menyediakan makanan sehat. (BD)