Akibat Naiknya Harga BBM, Pasar Pertamina Bakal Direbut Shell dan Vivo

1
80
SPBU Vivo bakal kebanjiran konsumen. Sebab, segmen bawah merupakan konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Dengan demikian, konsumen dengan mudah akan beralih ke SPBU swasta yang bisa menjual dengan harga lebih murah. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Naiknya harga BBM bersubsidi disebut-sebut bakal mempersempit pasar dari Pertamina. Apalagi selisih harga dengan BBM yang dijual oleh perusahaan swasta tak berbeda jauh.

Konsultan Pemasaran, Yuswohady, menilai bahwa Pertamina, Shell, Vivo, dan BP AKR kini berada di satu tingkatan yang hampir sama pada harga BBM-nya. Hal tersebut membuka peluang SPBU swasta untuk mencaplok konsumen-konsumen Pertamina.

Bagi Yuswohady, mengamati kenaikan BBM kemarin dari sisi peta persaingan antar SPBU, yakni antara Pertamina sebagai incumbent dan Shell cs sebagai challenges, adalah hal yang menarik.

“Singkatnya, kenaikan harga BBM kali ini semakin memperkecil disparitas harga antara Pertamina dengan para challengers-nya,” tutur Yuswohady, seperti yang diunggah di Instagram @yuswohady, Minggu (4/9).

“Dan serunya, menyempitnya disparitas harga ini bakal menjadi peluang emas bagi para challengers untuk pelan tapi pasti menggerogoti dominasi sang incumbent,” tambahnya.

Sebagai informasi, setelah kenaikan, harga Pertalite kini menjadi Rp 10.000 per liter, dan Pertamax Rp 14.500 per liter. Sementara, Shell Super Rp 15.420 dan Shell V-Power Rp 16.130.

BACA JUGA :  Dilantik Jadi Wakapolri, Komjen Agus Andrianto Tegaskan Tidak Ada 'Matahari Kembar'

Selanjutnya, produk dari Vivo, Revvo 89 Rp 8.900, dan Revvo 92 Rp 15.400. Sedangkan BP 90 Rp 15.320, dan BP 92 Rp 15.420.

Dari angka-angka tersebut, ada perbedaan kisaran Rp 1.000 – Rp 5.000 untuk BBM setara Pertalite. Di sisi lain, hanya ada perbedaan Rp 1.000 – Rp 2.000 untuk BBM setara Pertamax.

Menurut Yuswohady, setidaknya ada dua segmen pasar yang peta persaingannya akan berubah. Pertama, segmen BBM bersubsidi, yakni pada Pertalite milik Pertamina. Kedua, segmen BBM non-subsidi, yakni pada Pertamax dan Pertamina Dex.

Yuswohady berpendapat, segmen bawah merupakan konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Dengan demikian, konsumen dengan mudah akan beralih ke SPBU swasta yang bisa menjual dengan harga lebih murah.

“Sehingga begitu harga Pertalite naik jadi Rp 10.000, maka mereka mulai mencari alternatif BBM yang lebih murah, yaitu Revvo 89 milik Vivo yang hanya Rp 8.900. Tak heran jika kini brand Vivo menjadi favorit dan viral menyusul pengumuman kenaikan BBM kemarin,” ungkap Yuswohady.

BACA JUGA :  Dinilai Bakal Ada Konflik Kepentingan Atas Terpilihnya Anwar Usman Jadi Ketua MK, PDIP Angkat Bicara

Bisa dibilang, Vivo bakal jadi pesaing tangguh Pertamina di sisi murahnya harga BBM. Meski ada perbedaan sedikit dari sisi kandungan oktan di bahan bakar tersebut.

“Menyusul kenaikan BBM, Vivo bakal menjadi challenger tangguh bagi Pertamina, dan brand-nya mulai hadir di hati konsumen. Hanya sayang, dari sisi channel, jumlah SPBU Vivo sangat sedikit,” tutur Yuswohady.

Pada poin kedua, kata Yuswohady, ada persaingan di segmen atas atau pengonsumsi BBM nonsubsidi. Domain ini akan menjadi lebih menarik dengan selisih harga yang tidak begitu jauh, cenderung sangat sedikit.

“Kini harga Pertamax Rp 14.500, sementara Shell Super Rp 15.420; Revvo 92 Rp 15.400; dan BP 92 Rp 15.420, cuma beda sekitar seribu perak,” ujarnya.

Konsumen pada golongan ini, kata Yuswohady, cenderung memperhatikan pelayanan ketimbang melihat perbedaan harga yang terjadi. Lagi-lagi, pasar ini juga bisa dicaplok oleh SPBU swasta sebagai pesaing Pertamina.

“Konsumen segmen ini relatif tidak price sensitive, Mereka lebih mencari pelayanan. Karena itu, di segmen ini pasar Pertamina bakal digerogoti Shell cs dengan menggunakan senjata ampuh pelayanan,” ungkap Yuswohady. (BD)

BACA JUGA :  Polres Bogor Berhasil Gulung 23 Bandar Narkoba di Bogor, 23 Orang Ditangkap

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini