RADAR TANGSEL RATAS – Direktur Utama PT Pertamina Persero Tbk. Nicke Widyawati mengaku bahwa perusahaan sebenarnya menanggung kerugian dari penjualan BBM Pertamax.
Nicke menyebut Pertamina masih menelan kerugian meskipun penetapan harga BBM mengikuti harga jual minyak dunia (ICP). Sebab, pemerintah masih turun tangan mengatur harga bahan bakar minyak (BBM) dengan RON 92 tersebut.
Alhasil, harga BBM Pertamax yang dijual kepada masyarakat masih selalu di bawah nilai keekonomiannya. Alih-alih mendapatkan kompensasi dari pemerintah, Pertamina justru harus menanggung selisih harga tersebut.
“Khusus Pertamax ini selisihnya ditanggung Pertamina,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR-RI, Jakarta, Kamis malam (8/9).
Nicke menjelaskan, dalam ketentuan, Pertamax sebenarnya masuk dalam kategori jenis bahan bakar umum (JBU) yang harganya fluktuatif dan disesuaikan dengan ICP. Tapi sekarang pemerintah tetap ikut menetapkan harga penjualan Pertamax.
Dia menegaskan, dengan skema penetapan harga tersebut, pihaknya tidak mendapatkan subsidi ataupun kompensasi dari pemerintah. “Tidak ada (kompensasi) itu beban Pertamina,” ungkapnya.
Bukan tanpa alasan, penjualan Pertamax yang mengikuti harga keekonomiannya bisa mendorong masyarakat beralih menggunakan BBM bersubsidi seperti Pertalite. Artinya, hal itu bisa berdampak terhadap besarnya subsidi dan kompensasi yang dibayarkan pemerintah.
Apalagi berdasarkan data Pertamina, sekarang penjualan BBM bersubsidi mencapai 87 persen dari total penjualan. “Kalau Pertamax disesuaikan dengan marketplace ini bakal banyak yang pindah ke Pertalite which is beban subsidinya makin naik,” tutur Nicke.
Dia mengakui kalau dilihat berdasarkan penjualan per produk, Pertamina merugi dari penjualan Pertamax. Sehingga pihaknya melakukan subsidi silang dari bisnis lain untuk menutupi kerugian tersebut. “Saat harga minyak naik, kita dapat windfall dari hulu dan ada beban di hilir. Makanya ini subsidi silang,” ungkapnya.
Sebagai perusahaan milik negara, kata Nicke, Pertamina harus bisa membantu pemerintah, terutama menjaga daya beli masyarakat. Itulah yang membedakan BUMN, kita harus bantu daya beli masyarakat juga,” ujarnya.
Namun di sisi lain, Pertamina juga harus menyehatkan APBN dan badan usaha. Keseimbangan yang dijaga ini membuat akhir tahun lalu Pertamina masih bisa meraup keuntungan. “Makanya tahun lalu kita masih dapat keuntungan, dan ini kita coba atur sedemikan rupa,” tuturnya. (BD)