RADAR TANGSEL RATAS – Hasil riset McKinsey menunjukkan bahwa sekitar 400 juta hingga 800 juta tenaga kerja akan tergantikan oleh teknologi dan adopsi digital. Hal ini akan berkontribusi pada era pekerjaan baru di tahun 2030.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum KADIN Indonesia, Arsjad Rasjid, kemarin (14/9) dalam acara G20 Labour and Employment Ministers’ Meeting (LEMM) yang mengusung tema “Improving the Employment Conditions to Recover Together” di Jimbaran, Bali, 13-14 September 2022.
“Sekitar 75 juta hingga 375 juta orang mau tidak mau akan beralih pada pekerjaan baru dan harus memiliki keterampilan baru,” tutur Arsjad.
Lebih lanjut, Arsjad mengatakan salah satu kunci untuk mengatasi tantangan tadi adalah inklusivitas gender, mengingat perbaikan kesetaraan gender berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi global sebesar USD 14 triliun pada tahun 2030.
B20 Indonesia, kata Arsjad, menaruh perhatian besar pada isu kesetaraan gender, melalui legacy One Global Women Empowerment (OGWE) yang mendukung pemberdayaan perempuan di sektor bisnis melalui peningkatan kapasitas digital dan lingkungan kerja yang aman dan setara.
Selain itu, Arsjad melihat B20 The Future of Work and Education Task Force juga telah menghasilkan policy recommendation untuk memastikan akselerasi dalam menciptakan peluang dan transisi pekerjaan meningkatkan keterampilan serta akses pendidikan.
“Legacy penting lainnya dari B20 adalah B20 Wiki, yang menjadi platform untuk meningkatkan kapasitas UMKM melalui cross-country collaborations dan digital transformation,” ujar Arsjad.
Chair of B20 Indonesia, Shinta Kamdani, mengatakan B20 berkomitmen untuk berkontribusi memperbaiki kondisi ketenagakerjaan global melalui konsensus bersama dalam rangka menciptakan pertumbuhan yang inclusive, innovative dan collaborative.
Menurut Shinta, B20 bersama L20 telah mengidentifikasi sejumlah isu yang perlu diatasi bersama melalui 3 agenda utama, yakni pekerjaan yang produktif, modern dan layak perusahaan berkelanjutan dan upah yang layak serta kebijakan perusahaan yang inklusif dan mendukung kesetaraan gender.
Shinta menilai, investasi di bidang pendidikan dan akselerasi peningkatan adopsi teknologi digital juga menjadi krusial untuk menciptakan kondisi pekerjaan layak dan mendorong perusahaan yang berkelanjutan.
“Kebijakan inovatif yang berpihak kepada UMKM dan sektor bisnis informal juga perlu didorong untuk menciptakan kondisi ketenagakerjaan yang produktif, inklusif dan tangguh terutama di post-pandemic recovery,” ungkap Shinta.
Dalam kesempatan yang sama, General Secretary IOE, Roberto Suarez Santos, mengatakan pertemuan ini bertujuan untuk mempresentasikan komitmen bersama pengusaha dan serikat pekerja atas tindakan konkret dalam mengatasi tantangan dan hambatan sektor ketenagakerjaan di masa depan, serta dampak ekonomi dari COVID terhadap kondisi pekerjaan dan ketenagakerjaan global.
Menurut Roberto, IOE merupakan suara bisnis global yang didirikan lebih dari 100 tahun lalu, dan bertujuan untuk melakukan kordinasi sektor bisnis di dalam ILO.
“Selama Presidensi G20 Indonesia, kami telah bekerja sama erat dengan B20 Indonesia. Kami merasa terhormat bahwa IOE akan menjadi Sekretariat OGWE, legacy penting Presidensi B20 Indonesia untuk memastikan koherensi dan konsistensi antara hasil kerja Presidensi B20 dan G20,” tutur Roberto. (BD)