Disiksa Pakai Air Cabai Hingga Digunduli Majikan, Seorang PRT Mengadu ke KSP

0
77
Riski Nur Askia mengaku menjadi korban kekerasan oleh majikannya berupa penyiksaan secara fisik maupun psikis. Seperti pemukulan, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Pekerja rumah tangga atau PRT asal Cianjur, Jawa Barat, bernama Riski Nur Askia mengalami kekerasan dari majikannya yang merupakan sepasang suami-istri: Ajeng Adelia (istri) dan Riki (suami).
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau JALA PRT, Lita Anggaraini mengatakan bahwa Ajeng merupakan aparatur sipil negara (ASN).

“Majikannya yang perempuan ASN, rumahnya di Pondok Kelapa. Kalau suaminya enggak bekerja,” tutur Lita dalam sebuah konferensi pers virtual, Rabu (26/10), dikutip dari Suara.com.

Hal tersebut diyakini Lita karena saat menyambangi rumah tempat Rizki bekerja, Ajeng tampak mengenakan seragam cokelat seperti layaknya ASN. Meski demikian, ia belum bisa mendapatkan secara detail di mana Ajeng bekerja.

“Saat kami mencari tempat Riski ini bekerja, kami menemui majikannya yang menggunakan seragam coklat-coklat. Dia punya anak 3 di rumah itu,” ungkap Lita.

Sebelumnya, Riski sempat mengadukan perbuatan majikannya ke Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada Selasa (25/10). Ia datang didampingi Pamannya Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Ia ditemui oleh Moeldoko, Deputi II Abetnego Tarigan, dan Tenaga Ahli Utama dr. Noch T. Mallisa.

BACA JUGA :  RS Terbesar di Indonesia Timur Akhirnya Diresmikan, Jokowi: Anggaran Pembangunannya Rp 420 Miliar!

Kepada Moeldoko, Riski mengaku menjadi korban kekerasan oleh majikannya berupa penyiksaan secara fisik maupun psikis. Seperti pemukulan, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman.

Tak cukup sampai di situ, remaja putri berusia 18 tahun itu juga mengaku tidak mendapatkan hak penuh atas pekerjaan yang sudah dia lakukan. Gaji yang dijanjikan senilai Rp1,8 juta per bulan selalu dipotong oleh majikan setiap dirinya melakukan kesalahan.

Riski pun menceritakan awal mula dirinya bekerja sebagai PRT. Ia mengatakan, bahwa pekerjaan tersebut ditawarkan oleh tetangganya, yang kemudian difasilitasi oleh sebuah yayasan. Tapi Riski tidak tahu pasti, apakah yayasan yang menyalurkannya bekerja tersebut resmi atau tidak.

“Prosesnya hanya satu hari. Setelah itu saya diantar di pinggir jalan, dan di situ saya dijemput oleh majikan, begitu aja prosesnya,” tutur Riski.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang yang dialami oleh Riski. Ia pun memastikan Kantor Staf Presiden akan mendalami persoalan tersebut dan mencarikan solusi terbaik untuk penanganan kesehatan baik secara fisik maupun psikis.

BACA JUGA :  Anggaran Rp 4,7 Miliar untuk Kendaraan Dinas Pj Gubernur DKI dan Ketua DPRD DKI Jadi Polemik

Moeldoko juga menegaskan, apa yang dialami oleh Riski akan menjadi pendorong untuk percepatan penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

“Saat ini Kantor Staf Presiden bersama stakeholder menyusun RUU PPRT. Dan apa yang dialami oleh ananda Riski ini, akan menjadi endorsement yang kuat untuk semakin semangat menyelesaikan RUU PPRT, supaya tidak ada korban lain,” tutur Moeldoko.

Atas rekomendasi Kantor Staf Presiden, Riski mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Gatot Soebroto Jakarta. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini