RADAR TANGSEL RATAS – Baru-baru ini Bank Dunia mencatat angka remitansi atau kiriman uang buruh migran asal India mencapai lebih dari US$100 miliar setara Rp 1.500 triliun (asumsi kurs Rp 15.433) sepanjang tahun 2022. Angka ini menjadi rekor pertama kali bagi catatan remitansi satu negara.
Menurut laporan Bank Dunia beberapa tahun terakhir warga negara India yang berketerampilan tinggi (high-skilled job) banyak bekerja di negara-negara berpenghasilan tinggi seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura. Sedangkan, untuk pekerjaan berketerampilan rendah (low-skilled job), banyak warga negara India yang bekerja ke negara Teluk seperti Arab Saudi, Kuwait dan Qatar. Alhasil, para pekerja migran itu mengirimkan sangat banyak uang ke kampung halamannya.
Pada tahun 2021, India telah menerima transferan uang US$89,4 miliar atau Rp 1.300 triliun dari para pekerja imigrannya. Kiriman uang itu menjadikan India sebagai penerima teratas secara global di tahun lalu.
“Aliran pengiriman uang ke India ditingkatkan oleh kenaikan upah dan pasar tenaga kerja yang kuat di Amerika Serikat dan negara-negara kaya lainnya,” isi laporan Bank Dunia, dilansir dari CNN, Jumat (2/12).
Meskipun angka itu terbilang besar dan menembus rekor, tapi arus pengiriman uang India diperkirakan hanya mencapai 3 persen dari PDB pada tahun ini.
Secara global, pengiriman uang ke negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan tumbuh sekitar 5 persen menjadi US$626 miliar atau Rp 9.600 triliun pada tahun ini.
Selain India, negara penerima utama lainnya untuk remitansi pada 2022 adalah Meksiko, China, dan Filipina. Diperkirakan pada tahun 2023 nanti akan lebih menantang bagi diaspora India.
Di sisi lain, tahun 2023 diperkirakan bakal menjadi momen ujian ketahanan bagi pengiriman uang dari pekerja migran kerah putih Asia Selatan di negara berpenghasilan tinggi. Pasalnya, inflasi di Amerika Serikat yang terus meningkat dan pertumbuhan global semakin lambat. (BD)