RADAR TANGSEL RATAS – Rencana pemerintah melarang penjualan rokok batangan mendapatkan dukungan dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satu dukungan datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Menurut Ketua YLKI, Tulus Abadi, larangan itu akan berdampak positif, yaitu menurunkan prevalensi merokok di Indonesia, khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak anak dan remaja.
“Ini kebijakan yang patut diapresiasi, karena merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia,” ujar Tulus, dikutip dari merdeka.com, Senin (26/12).
Selain itu, kata Tulus, dampak positif atas larangan menjual rokok ketengan, yaitu kenaikan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah, juga akan efektif tercapai. Sebab, kenaikan cukai selama ini tidak cukup efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok. “Karena rokok masih dijual secara ketengan sehingga harganya terjangkau,” ujarnya.
Dia menambahkan, larangan penjualan rokok secara ketengan juga sejalan dengan cita-cita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dalam undang-undang tersebut, barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.
Sementara itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi tidak menyetujui rencana pemerintah terkait larangan penjualan rokok batangan mulai tahun 2023 mendatang.
“Kami dari Industri Hasil Tembakau (IHT) tidak sependapat terkait larangan penjualan ketengan ini,” ujar Benny, dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (26/12).
Menurut Benny, aturan pelarangan yang digagas oleh Kementerian Kesehatan itu belum tentu bisa sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok di usia remaja. Sebab, pembelian rokok bisa dilakukan anak di bawah umur dengan patungan bersama teman.
“Kalau hal itu ditujukan untuk mencegah anak di bawah umur, beberapa anak dapat bergabung untuk membeli sebungkus rokok,” tuturnya.
Selain itu, aturan tersebut juga dinilai secara tidak langsung memaksa orang dewasa yang semula merokok sedikit akhirnya berubah menjadi banyak. Pasalnya, konsumen harus membeli rokok sebungkus. “Padahal, mereka biasanya hanya menghabiskan 2-3 batang saja per hari,” jelasnya.
Sebagai informasi, larangan tentang penjualan rokok ketengan tercantum dalam Keputusan Presiden (Kepres) No. 25 Tahun 2022, yang diteken pada 23 Desember 2022. Kepres ini menekankan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Larangan penjualan rokok ketengan menjadi satu dari tujuh pokok materi muatan dalam rancangan peraturan pemerintah tersebut.
Selain itu, ada pula penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, dan ketentuan rokok elektronik. Diberlakukan juga pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi.
Aturan-aturan baru tentang rokok dan produk tembakau itu digagas oleh Kementerian Kesehatan. Aturan itu merupakan turunan dari Pasal 116 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (BD)