Pasca Dicabutnya PPKM, Bagaimana Soal Pembiayaan Pasien Covid-19 dan Nasib PeduliLindungi?

0
57
Meskipun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dihentikan per hari Jumat (30/12/2022) lalu, pemerintah tetap menganjurkan pemakaian masker untuk kegiatan di ruangan tertutup, sempit, dan di kerumunan. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Jumat, 30 Desember 2022 yang lalu. Keputusan itu pun melahirkan pertanyaan mengenai nasib pembiayaan perawatan Covid-19.

Dikutip dari Tempo.co (2/1/2023),
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa pembiayaan perawatan Covid-19 akan mengacu pada paket Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs).

Seiring penyebaran virus Covid-19 yang semakin melandai, statusnya pun berubah dari pandemi menuju ke endemi. Hal tersebut pun membuat BPJS Kesehatan berkewajiban menanggung klaim pasien Covid-19.

Perhitungan biaya perawatan pasien Covid-19 saat statusnya endemi mengacu kepada Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Mekanismenya pun akan sesuai dengan proses klaim BPJS Kesehatan pada umumnya. Dapat dikatakan, penanggungnya bergantung pada jaminan kesehatan apa yang dimiliki pasien.

Metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper.

BACA JUGA :  Bak Bola Salju, Kini Agus Rahardjo Diadukan ke Bareskrim Soal 'Jokowi Minta Kasus e-KTP Dihentikan'

Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Pada 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group).

Dilansir dri bprs.kemkes.go.id, tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Sistem tarif INA CBGs termasuk metode pembayaran prospektif, yaitu tarif pelayanan kesehatan telah ditetapkan sebelum pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien.

Dengan sistem ini, pasien Covid-19 memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada pengurangan kualitas. INA CBGs adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non-medis hingga tindakan medis.

Lalu bagaimana nasib PeduliLindungi yang selama ini dipakai memantau status vaksinasi hingga screening pasien COVID-19?

Dikutip dari health.detik.com (2/1/2023), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut PeduliLindungi nantinya bakal terintegrasi dengan Satu Sehat. Ke depan, penggunaan PeduliLindungi tidak hanya meliputi soal COVID-19.

BACA JUGA :  Polemik Pasal 7 UUD 1945, Mantan Ketua MK: Jokowi Tak Bisa Jadi Cawapres

”Nanti PeduliLindungi akan kita transformasikan ke platform satu sehat, di mana teman-teman yang sudah punya, sudah download, tetap bisa pakai. Cuma fungsinya bukan hanya untuk vaksin dan skrining aja, tapi kita juga jadi bisa tahu imunisasi yang anak kita sudah pakai apa saja,” beber Menkes dalam konferensi pers Senin (2/1/2023).

”Kemudian misalnya kalau kita cek darah di salah satu lab, contohnya prodia, masuk di situ, kita general check up ke RS, masuk datanya. Sampai data video image MRI-nya masuk,” papar Menkes.

PeduliLindungi juga disebutnya bisa melihat riwayat pembelian obat di apotek. Hal ini tentunya bakal memudahkan penanganan dokter di masa mendatang untuk mengecek kondisi kesehatan pasien beberapa waktu lalu, sebagai rujukan kontrol.

Tidak hanya itu, PeduliLindungi juga bisa tersambung ke smartwatch untuk mereka yang memilikinya. Intinya, catatan sakit, obat, rutinitas olahraga kesehatan terekam dalam aplikasi tersebut.

”Dokternya akan jauh lebih cepat tahu, nah ini bisa digunakan Pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan untuk memahami kesehatan populasi di level kecamatan kelurahan kab/kota sehingga nanti penanganannya bisa efektif, berbasis data dan efektif,” bebernya.

BACA JUGA :  Soal Bacawapres dari NU untuk Mendampingi Ganjar, Puan Sebut Nama Mahfud Md

”Kami harapkan di akhir 2023 sudah selesai, sehingga 2024 bisa kita manfaatkan saja,” sambung Menkes. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini