Tersandung Kasus Gratifikasi Senilai Rp 50 Miliar, AKBP Bambang Kayun Ditahan KPK

0
56
AKBP Bambang Kayun ditahan KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat perkara perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor yakni Emilya Said dan Herwansyah. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap AKBP Bambang Kayun (BK), Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.

Dikutip dari CNNIndonesia.com (3/1/2023), Bambang ditahan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat perkara perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor yakni Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, melalui rekomendasi salah seorang kerabat, ES dan HW diperkenalkan dengan Bambang yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bankum Divisi Hukum Polri periode 2013-2019.

Sekitar bulan Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta, mereka menggelar pertemuan. Dari kasus yang disampaikan ES dan HW, kata Firli, Bambang diduga menyatakan kesiapan membantu dengan meminta sejumlah uang dan barang.

“Tersangka BK [Bambang Kayun] lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri,” kata Firli.

BACA JUGA :  BPK: Ada Dana KJP Plus dan KJMU yang Mengendap Hingga Rp 82,97 Miliar

Menindaklanjuti permohonan tersebut, Bambang lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri.

Sekitar bulan Oktober 2016 dilakukan rapat terkait perlindungan hukum atas ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri. Bambang ditugaskan untuk menyusun kesimpulan rapat yang pada pokoknya menyatakan ada penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

Tapi, dalam perjalanannya, ES dan HW ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Bambang pun menyarankan agar ES dan HW mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Saran itu ditindaklanjuti.

Bambang menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan perantara.

“Selama proses pengajuan Praperadilan, diduga tersangka BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan Praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah,” tutur Firli.

Sekitar bulan Desember 2016, Bambang diduga menerima satu unit mobil mewah. Seiring waktu berjalan, tepatnya pada April 2021, ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus yang sama.

BACA JUGA :  KPK Dorong Instansi Pemerintah untuk Potong Tunjangan ASN yang Tidak Serahkan LHKPN

Bambang diduga kembali menerima uang Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu mengurus perkara tersebut. ES dan HW belum diproses hukum lantaran berhasil kabur ke luar negeri. Keduanya telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh penyidik Bareskrim Polri.

“Selain itu, tersangka BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar,” ucap Firli.

“Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan pada tersangka BK untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 3 Januari 2023 sampai 22 Januari 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri, dalam kanal Youtube KPK, Selasa (3/1/2023).

Firli mengatakan, sebagai respon atas pengaduan dari masyarakat, KPK kemudian melakukan pengumpulan informasi maupun data dalam upaya untuk menemukan adanya peristiwa pidana.

“Selanjutnya berdasarkan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK melakukan Penyelidikan dan Penyidikan sebagai langkah untuk mencari dan mengumpulkan keterangan serta bukti-bukti sehingga membuat terangnya peristiwa pidana,” ujarnya.

BACA JUGA :  Viral! Aksi Indonesia Boikot McDonald's dan Starbucks Jadi Sorotan Media Asing

Sebelum dilakukan penahanan, kata Firli, KPK memeriksa BK. Tapi BK tidak menghadiri panggilan tanpa menginformasikan kepada penyidik.

Firli menjelaskan, atas perbuatannya, tersangka disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini