BPS Sebut Yogyakarta Provinsi Termiskin, Sekda DIY: Seharusnya BPS Melihatnya Dari Multidimensi

0
59
Berdasarkan data BPS, pada semester 1 atau Maret 2022 angka kemiskinan Yogyakarta adalah yang paling tinggi dibanding semua provinsi yang ada di Jawa, dengan angka 11,34 persen. Posisi termiskin kedua adalah Jawa Tengah dengan 10,93 persen. Sedangkan termiskin ketiga adalah Jawa Timur dengan 10,38 persen. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dibuat heboh oleh laporan data Badan Pusat Statistik atau BPS 2022 yang menunjukkan bahwa Yogyakarta menjadi provinsi termiskin di Jawa.

Mengutip situs BPS, pada semester 1 atau Maret 2022 terlihat angka kemiskinan Yogyakarta memang yang paling tinggi dibanding semua provinsi yang ada di Jawa, dengan angka 11,34 persen. Posisi termiskin kedua yakni Jawa Tengah dengan 10,93 persen. Sedangkan termiskin ketiga adalah Jawa Timur 10,38 persen.

Lalu, pada semester 2 atau September 2022, angka kemiskinan Yogyakarta juga masih yang tertinggi di Jawa dengan 11,49 persen dengan jumlah penduduk miskin mencapai 463.630.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode Maret 2022 yang angkanya 457.760 orang. Sementara angka persentase kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 10,98 persen, sedangkan Jawa Timur 10,49 persen.

Temuan BPS itu cukup mencengangkan karena Yoyakarta merupakan salah satu daerah pemilik destinasi wisata terbaik di Pulau Jawa. Bahkan data menunjukkan bahwa salah satu desa wisata terbaik dunia ada di Nglanggeran Gunung Kidul, Yogyakarta.

BACA JUGA :  Rusia Tetap Gempur Ukraina Usai Lawatan Jokowi ke Kedua Negara, Misi Damai Gagal?

Menanggapi data BPS tersebut, seperti yang dikutip dari Kompas.com (24/1/2023), Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengatakan bahwa data yang diungkap oleh BPS merujuk indikator kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori masyarakat.

Bahkan ia juga menyebut bahwa kemiskinan di DY tidak ada bungungannya dengan DIY sebagai daerah wisata karena yang dihitung BPS adalah konsumsi kalori masyarakat.

Huda menambahkan, data BPS merujuk pada kantong-kantong kemiskinan pada daerah tertentu yang warganya belum belanja untuk kebutuhan kalori sebesar Rp 425 ribu per bulan.

“Kantong kemiskinan di DIY ini kebanyakan tidak berada di pusat destiasi wisata. Warga masih kesulitan memenuhi standar kalori itu banyak tersebar di Kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul,” ungkap Huda, Sabtu (21/1/2023).

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan bahwa dalam melihat kemiskinan di DIY, seharusnya BPS tidak hanya berpatokan pada pengeluaran bulanan, tapi juga berpatokan pada hal lain.

“Warga Yogyakarta itu lebih senang menabung dan investasi, rumahnya tidak berlantai tetapi memiliki kambing Etawa. Penilaian kita terhadap masyarakat harus multi dimensi,” katanya, Selasa (24/1/2023).

BACA JUGA :  Ditargetkan Kelar Akhir 2024, PUPR Percepat Pembangunan 47 Tower Rusun ASN-Hankam di IKN

Kadarmanta juga menyoroti indikator yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menentukan seseorang miskin atau tidak. Menurut dia, untuk menentukan miskin atau tidak di Yogyakarta bukanlah berdasarkan berapa pengeluaran per bulan, tapi seharusya mengacu pada apa yang dimakan dan berapa nilainya.

“Kalau ini kan belanjanya berapa. Malah panen padi dimakan sendiri malah gak cerita. Dulu beli bibit berapa, harganya berapa, kan enggak disampaikan. Saya makan panenan sendiri, padahal panen kan ada biayanya. Tapi gak terungkap,” ungkap Kadarmanta.

Menurutnya, melihat kemiskinan di DIY harusnya dilakukan secara objektif dengan multidimensi, tidak hanya satu aspek saja. “BPS enggak salah. Sudah melakukan apa yang harus dilakukan. Tapi kalau mau obyektif, melihat kondisi masyarakat DIY harus multidimensi,” tuturnya. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini