RADAR TANGSEL RATAS – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengecam kasus kecelakaan yang menimpa Hasya Atallah, rekan sesama mahasiswa yang tewas usai ditabrak mantan Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono. Dalam kasus ini, Hasya justru ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Dikutip dari Suara.com (28/1/2023), Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menyebut kasus kecelakaan yang menimpa Hasya bisa saja seperti kasus Sambo. Sebab, menurutnya, aparat kepolisian seperti memutarbalikkan fakta terkait kecelakaan itu.
“Bagi kami, fenomena ini seperti Sambo jilid dua. Kepolisian semakin hari semakin beringas dan keji, kita lagi-lagi dipertontonkan dengan aparat kepolisian yang hobi memutarbalikkan fakta dan menggunakan proses hukum untuk jadi tameng kejahatan,” tutur Melki, dikutip dari Suara.com, Sabtu (28/1/2023).
Melki berharap, penghentian kasus itu bukan semata-mata karena ingin membebaskan Eko dari jerat pidana. Ia pun memastikan BEM UI akan terus mengawal kasus tersebut.
“BEM UI akan terus bersuara demi tercapainya keadilan bagi Almarhum Hasya dan keluarganya,” tandasnya.
Sebelumnya, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan kasus kecelakaan yang menewaskan Hasya dihentikan karena tersangka telah meninggal dunia. Penghentian penyidikan kasus alias SP3 dilakukan setelah penyidik melaksanakan tiga kali gelar perkara.
“Setelah dilakukan gelar perkara tiga kali untuk mengambil kesimpulan kami, kasus ini SP3,” katanya di Polda Metro Jaya, pada Jumat (27/1/2023).
Menurut Usman, ditetapkannya Hasya sebagai tersangka lantaran Hasya terbukti telah mengambil jalur secara mendadak akibat menghindari kendaraan yang sedang berbelok.
“Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri. Karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia,” tutur Usman. “Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri bukan kelalaian Pak Eko,” katanya menambahkan.
Sementara itu, ibunda Hasya, Dwi Syafiera Putri, mengaku sangat kecewa atas keputusan kepolisian yang menetapkan almarhum anaknya sebagai tersangka.
“Kecewa, sudah pasti. Marah, mau marah sama siapa?” kata Ira, sapaan akrab Dwi Syafiera Putri, kepada wartawan di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Ira menuntut penetapan tersangka itu dilakukan secara transparan lewat persidangan di pengadilan. Ira tak terima setelah anaknya jadi tersangka, penyelidikan kecelakan tersebut dihentikan.
“Kami cuma ingin prosesnya berjalan transparan. Jikalau proses harus dimulai dari awal kami siap,” tandasnya.
Menurut Ira, persidangan di pengadilan menjadi cara untuk membuktikan posisi Hasya pada peristiwa kecelakaan yang terjadi pada 6 Oktober 2022 lalu. (BD)