RADAR TANGSEL RATAS – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan ASEAN tak bisa terjun membantu menangani sengketa wilayah antara sejumlah negara Asia Tenggara dengan China di Laut China Selatan (LCS).
Dikutip dari cnnindonesia.com (4/2/2023), Direktur Jenderal ASEAN Kemlu RI, Sidharto Suryodipuro, menyatakan konflik di wilayah LCS menjadi urusan antar negara yang berseteru, bukan organisasi internasional.
“Kalau posisi ASEAN sendiri tidak menyentuh mengenai kepemilikan tapi menyentuh tentang perairan,” kata Sidharto di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (4/2), dikutip dari cnnindonesia.com.
Menurut Sidharto urusan tentang kepemilikan dilakukan melalui negosiasi bilateral. “Kepemilikan itu terjadi kan karena overlapping juga di antara anggota ASEAN sendiri,” ungkapnya.
Meski begitu, Sidharto mengatakan ASEAN selama ini mencoba menciptakan kawasan LCS yang kondusif dan jauh dari ancaman konflik dengan menyusun kode etik (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan bersama China.
Seperti yang sudah diketahui, perundingan penyusunan CoC yang sudah berlangsung sejak tahun 2002 hingga kini masih belum rampung. Nantinya, CoC juga tidak akan mengurusi masalah kepemilikan dalam klaim teritorial di Laut China Selatan. Ketika CoC rampung, kode etik itu hanya menjadi pedoman negara-negara dalam berperilaku di LCS demi menghindari konflik.
Indonesia sebenarnya sudah menyatakan dengan tegas tidak memiliki sengketa dengan China di LCS. Tapi, belakangan, China mengklaim sebagian wilayah Natuna Utara sebagai bagian dari LCS yang dianggap bagian dari wilayah Negeri Tirai Bambu.
Selain itu, China juga semakin getol mengirim kapal ikan hingga kapal patroli militernya ke LCS, termasuk ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara.
“Ini memang masalah sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada proses CoC dan DoC. 30 tahunan lalu lah, kan kita Indonesia membuat tiap tahun workshop soal memahami potensi konflik di Laut China Selatan. Jadi ini memang menjadi perhatian dan fokus penting Indonesia,” tutur Sidharto.
Dalam konferensi pers usai menghadiri ASEAN Foreign Ministers Retreat di Jakarta pada Sabtu (4/2/2023), Menteri Luar Negeri Indonesia mengatakan ASEAN berkomitmen segera menyelesaikan perundingan CoC.
“Kami berdiskusi soal CoC. Anggota [ASEAN] berkomitmen untuk menyelesaikan negosiasi COC sesegera mungkin, mengingat kebutuhan untuk memiliki substantif, efektif dan dapat ditindaklanjuti COC,” kata Retno saat konferensi pers usai pertemuan ASEAN Foreign Minister (AMM) Retreat di Jakarta, Sabtu.
Kerangka CoC Laut China Selatan telah disepakati China dan negara-negara ASEAN pada Agustus 2017. Kedua pihak terus melanjutkan perundingan mengenai substansi teknis kode etik tersebut.
Sebelumnya, China mengklaim sebagian besar wilayah di Laut China Selatan meskipun Pengadilan Arbitrase Internasional menolak klaim Beijing pada tahun 2016. Beijing bahkan membangun pulau hingga fasilitas militer di kepulauan LCS yang disengketakan seperti Spratly dan Paracel.
Kepulauan Spratly kerap menjadi perselisihan antara China dan beberapa negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, dan China.
Dalam kesempatan itu, Sidharto juga menggarisbawahi bahwa tidak ada negara yang menerima pembangunan pulau buatan atau militerisasi di kepulauan LCS oleh siapapun, termasuk oleh China. Meski demikian, bukan berarti tak ada proses atau negosiasi dari negara lain.
“Bukannya seolah-olah tidak ada proses atau tidak ada bentuk yang diambil dari negara lain. Jadi kita menyikapi secara komprehensif,” ujar Sidharto. (BD)