RADAR TANGSEL RATAS – Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengatakan saat ini ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) minim lantaran permintaan dari luar negeri turun. Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga mengungkap seretnya ekspor menyebabkan CPO di dalam negeri menumpuk.
Dikutip dari Detik.com (7/2/2023), jumlah CPO yang menumpuk itu mencapai 6,17 juta ton dari seluruh di Indonesia. CPO tersebut merupakan pasokan yang siap ekspor sejak bulan November 2022 sampai Januari 2023.
“Pengusaha itu punya tunggakan PE 6,17 juta ton. 6,17 juta ton tidak dijadikan bahan ekspor. Mulai dari tahun lalu sampai sekarang. Kenapa nggak diekspor? Ada 6,17 juta ton siap ekspor tidak mau ekspor, di luar negeri lagi resesi,” ungkapnya, dalam konferensi pers DMSI, Tantangan dan Perkembangan Industri Hilir Sawit 2023, di Pusat Bisnis Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2023).
Dalam kesempatan itu, Sahat juga menyinggung pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta agar produsen menyimpan sebagian pasokan CPO-nya. Menurut Sahat, produsen saat ini memang masih sulit mengekspor.
“Dikatakan jangan dulu ekspor, memang nggak ada ekspor. Marketnya lagi lemah. Dikatakan di hold dulu sebagian jangankan ekspor,” lanjutnya.
Di sisi lain, menurut Sahat, jika tidak ada ekspor kondisi pasar akan runyam. Maka, kata Sahat, perlu ada insentif untuk produsen CPO agar memudahkan kegiatan ekspornya. Pengusaha meminta agar bea keluar (BK) sebesar US$ 52 per ton dihentikan sementara. “Ini ditunda sampai Lebaran selesai, untuk memperlancar ekspor,” tutupnya.
Beberapa hari sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat pencapaian produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 46,729 juta ton di 2022. Angka itu turun dibandingkan 2021 sebesar 46, 888 juta ton.
“Itu merupakan tahun ke-4 berturut-turut di mana produksi cenderung terus turn/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, dalam acara konferensi pers Industri Sawit 2022, di Grand Sahid Jaya Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Penurunan produksi di tahun 2022 itu terjadi karena berbagai hal, antara lain cuaca yang ekstrim basah, lonjakan kasus Covid- 19 di bulan Februari, perang Ukraina-Rusia, harga minyak nabati dan minyak bumi yang sangat tinggi, serta kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April – 23 Mei.
“Lalu harga pupuk yang tinggi dan sangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor,” ujarnya. (BD)