RADAR TANGSEL RATAS – Gaya hidup mewah para pejabat Kemenkeu menjadi sorotan setelah terungkapnya kasus penganiayaan terhadap seorang pelajar yang merupakan anak dari pengurus Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor Jonathan Latumahina.
Pelaku penganiayaan yang bernama Mario Dandy Satrio merupakan anak dari Rafael Alun Trisambodo, pejabat eselon III yang menduduki posisi Kepala Bagian (Kabag) Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan II. Dari kasus itu, harta kekayaan Rafael menjadi sorotan.
Ternyata, Rafael memiliki harta kekayaan senilai total Rp 56 miliar. Jumlah tersebut empat kali lipat dari harta kekayaan bos Rafael atau Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo yang hanya sebesar Rp 14 miliar.
Sementara itu, seperti yang dikutip cnnindonesia.com (23/2/23), laman elhkpn.kpk.go.id yang diakses pada Kamis (23/2) pukul 13.05 WIB tercantum peta pelaporan dan kepatuhan suatu instansi dalam pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang penarikan datanya dilakukan per 23 Februari 2022 pukul 00.10.20 WIB.
Berdasarkan data yang ada di laman tersebut, hampir 50 persen pejabat di lingkungan Ditjen Pajak Kemenkeu yang wajib lapor atau 12.174 orang (49,63 persen) terpantau belum melaporkan perkembangan harta kekayaannya pada Pelaporan LHKPN Tahun 2022.
Sedangkan pejabat yang sudah melakukan Pelaporan LHKPN Tahun 2022 di direktorat pemungut pajak itu sebanyak 12.352 orang atau sekitar 50,36 persen.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui ada 13 ribu lebih pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang belum menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut Sri Mulyani, pada tahun pelaporan 2022 ada 18.306 pegawai (56,87 persen) yang sudah melapor dan 13.885 (43,13 persen) yang belum menyetorkan LHKPN.
Ia juga menjelaskan bahwa di lingkungan Kemenkeu tidak semua pegawai diwajibkan lapor LHKPN.
“Yang diwajibkan hanya pegawai dan pejabat yang sudah ditetapkan dalam KMK 83/2021 mengenai Daftar Wajib Lapor di Lingkungan Kemenkeu,” ungkapnya.
Adapun jumlah wajib lapor, kata Sri Mulyani, yakni sekitar 30 ribu hingga 33 ribu pegawai. Jumlah itu mencakup JPT Madya (eselon I), Pratama (eselon II), dan staf khusus.
Kemudian, para pejabat pengadaan dan bendahara, pemeriksa bea cukai, AR, penilai pajak, pemeriksa pajak, pelelang, widyaiswara, hakim pengadilan pajak, serta pejabat eselon III dan IV serta pelaksana di unit tertentu.
Adapun pegawai lainnya yang tidak diwajibkan melaporkan LHKPN, tetap melaporkan harta kekayaannya melalui Aplikasi Laporan Pajak dan Harta Kekayaan (Alpha), suatu aplikasi pelaporan di internal Kemenkeu.
Sri Mulyani pun mengklaim mulai tahun 2017 hingga 2020 tingkat kepatuhan wajib lapor LHKPN di Kemenkeu mencapai 100 persen. Adapun pada 2021, ada satu orang yang telah melaporkan LHKPN pada periode pelaporan Januari-Maret 2022 tapi sampai akhir Desember tidak melengkapi dokumen Surat Kuasa.
Sebelumnya, berdasarkan laman elhkpn.kpk.go.id, terdapat 32.191 orang pejabat Kemenkeu yang menjadi wajib lapor. Dari jumlah tersebut, baru 18.306 (56,87 persen) yang sudah melaporkan harta kekayaannya. Sedangkan, 13.885 orang (43,13 persen) pejabat belum lapor harta sampai 2022.
Sri Mulyani mengatakan pada tahun 2021 lalu, pelaporan LHKPN melalui e-lhkpn mulai diintegrasi dengan Alpha, sehingga para wajib lapor LHKPN cukup melaporkan satu kali. (BD)