RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menargetkan Indonesia memproduksi sendiri baterai lithium untuk menunjang kendaraan listrik di dalam negeri. Bahan baku baterai lithium itu nantinya berasal dari Indonesia yakni nikel.
Seperti yang dilansir CNNIndonesia.com (18/3/2023), target memproduksi baterai lithium juga telah disampaikan Luhut di depan para pimpinan pebisnis di Indonesia dan Asia yang hadir dalam acara DBS Asian Insights Forum 2023, Rabu lalu (15/3).
“Saya sampaikan bahwa pada tahun 2025, kami akan mampu memproduksi baterai lithium sendiri. Sehingga kita akan menjadi produsen baterai lithium terbesar ketiga di dunia pada tahun 2027 atau 2028 nanti. ‘So, don’t look down on Indonesia’,” kata Luhut dalam unggahan di Instagram @luhut.pandjaitan, Sabtu (18/3).
Luhut mengatakan target tersebut bukan sekedar angan-angan belaka. Sebab, data menunjukkan bahwa ada investasi senilai US$ 31,9 miliar atau setara Rp 490,4 triliun (asumsi kurs Rp 15.375 per dolar AS) untuk pengembangan supply chain industri baterai di Indonesia hingga tahun 2026.
Indonesia, kata Luhut, juga telah menarik investasi asing langsung sebesar US$ 45,6 miliar atau setara Rp 701,1 triliun tahun lalu, yang kemudian menurutnya merupakan rekor tertinggi baru sejak tahun 2000.
“Belum lagi nilai ekspor industri nikel kami mencapai US$ 33,8 miliar pada tahun 2022, di mana US$ 14,3 miliar dihasilkan dari ekspor besi dan baja,” ujarnya.
Luhut menilai ‘keberhasilan’ itu terwujud lantaran keteguhan Presiden Joko Widodo untuk tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi industri dalam mengolah bahan baku di dalam negeri untuk nilai tambah yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Luhut mengaku data-data tersebut sudah ia sampaikan juga kepada IMF yang bertandang ke kantornya beberapa waktu lalu. Kepada IMF, luhut mengatakan saat ini Indonesia sudah bisa mengekspor besi dan baja, bukan bijih nikel lagi.
Selain itu, Luhut juga menargetkan Indonesia akan melakukan ekspor timah, bauksit, tembaga, dan bahan baku lainnya. Ia menginginkan agar perubahan besar ini harus dilihat oleh negara-negara maju.
“This is their problem. Selalu melihat negara berkembang seperti Indonesia adalah negara yang mereka tahu dua puluh atau lima belas tahun yang lalu. Dengan memberlakukan larangan ekspor nikel, kita mempunyai kekuatan untuk menghasilkan energi hijau yang sudah kita cita-citakan sejak lama,” paparnya.
Luhut meminta agar seluruh masyarakat Indonesia berbangga hati. Ia juga mewanti-wanti bahwa Indonesia tidak melawan negara manapun, melainkan justru bersahabat dengan siapa saja.
Indonesia menurutnya terbuka dan mempersilakan negara-negara lain untuk berinvestasi serta membangun industri pengolahan pertambangan di dalam negeri.
“Dengan catatan bahwa kami juga punya aturan main atau regulasi yang harus mereka penuhi. Menjadi negara maju adalah hak setiap negara, kewajiban kita adalah memperjuangkannya,” ujar Luhut. (BD)