RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo mengaku sering mendapat keluhan dari para petani di desa tentang pupuk bersubsidi. Jokowi juga menyebutkan saat ini seluruh negara di dunia sedang kesulitan mendapatkan bahan baku pupuk karena perang Rusia-Ukraina. Suplai yang terganggu ini, kata Jokowi, membuat harga pupuk naik.
Soal kelangkaan pupuk bersubsidi, PT Pupuk Indonesia (Persero) juga sudah buka suara. Dikutip dari CNNIndonesia (13/3/2023), SVP Corporate Secretary PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana menjelaskan pihaknya telah melakukan investigasi di lapangan.
Hasil investigasi tersebut menyatakan petani yang mengeluhkan pupuk subsidi langkah adalah mereka yang belum terdaftar sebagai penerima.
Menurut Wijaya, Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri punya sistem e-alokasi di mana petani yang berhak menerima pupuk subsidi harus memenuhi beberapa syarat. Seperti, terdaftar di kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan), hingga menggarap lahan dengan luas maksimal dua hektare per musim tanam.
Wijaya mengklaim pihaknya telah menyalurkan pupuk sesuai permintaan dari Kementan. Sementara, permintaan dari Kementan sendiri menyesuaikan dengan pengajuan dari petani yang terdaftar.
Adapun volume penyalur pupuk bersubsidi tahun lalu mencapai 7,7 juta ton. Dan untuk tahun 2023 ini, pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 7,8 juta ton. Jumlah itu terdiri dari pupuk urea sebanyak 4,6 juta ton dan NPK 3,1 juta ton.
Seperti yang dirilis Suara.com (20/3/2023), Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sudin SE menyebut bahwa kapasitas produksi milik PT Pupuk Indonesia (Persero) telah memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah setiap tahunnya.
Sudin menyebut, masih adanya kelangkaan pupuk bersubsidi karena alokasi yang ditetapkan tidak sebanding dengan kebutuhan yang diusulkan petani.
“Permintaan pupuk dari petani se-Indonesia jumlahnya 23 juta ton kurang lebih, tetapi pemerintah hanya siap mensubsidi pupuk sebanyak 9 juta ton, maka kegaduhan terjadi,” ujar Sudin saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/3/202).
Dalam mengatasi masalah ketersediaan, khususnya bagi petani yang tidak mendapatkan alokasi subsidi pupuk, Sudin mengaku telah meminta kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk membangun kios komersil atau non-subsidi.
Dia meminta PT Pupuk Indonesia membangun kios non-subsidi sebanyak 1.000 kios di seluruh Indonesia. “Lalu petani komplain pupuk langka maka saya perintahkan kepada PI dan anak perusahaannya untuk membuat kios pupuk komersil atau non subsidi. Jadi kalau yang subsidi nggak dapet dia bisa beli non subsidi,” ujar Sudin.
Oleh karena itu, Sudin menegaskan bahwa produksi kebutuhan pupuk bersubsidi telah terpenuhi oleh Pupuk Indonesia Grup.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Gusrizal mengatakan bahwa kapasitas produksi produk pupuk milik Pupuk Indonesia Grup mampu memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan Pemerintah.
Adapun, dari kapasitas produksi Pupuk Indonesia totalnya mencapai 13,9 juta ton yang terdiri dari 8,8 juta ton pupuk urea, 3,8 juta ton pupuk NPK, dan sisanya sekitar 1,3 juta ton jenis lainnya.
“Jadi kalau Urea kita lebih dari cukup, produksi kita 8,5 juta ton, subsidi hanya sekitar 4,7 juta ton, jadi kita punya kelebihan 3,8 juta ton, sementara kebutuhan domestik diperkirakan hanya 6,5 juta ton, jadi kami masih lebih 2,5 juta ton,” imbuh Gusrizal.
Sementara untuk pupuk NPK, Gusrizal mengatakan kapasitas produksi Pupuk Indonesia juga telah memenuhi bahkan memiliki surplus sekitar 300.000 ton. Hal ini dikarenakan, kapasitas produksi sekitar 3,5 juta ton dari kebutuhan NPK subsidi sekitar 3,2 juta ton.
“Kapasitas kita cuma 3,5 juta ton, subsidi 3,2 juta ton, jadi kita punya 300 ribu ton (surplus),” ungkapnya. (BD)