RADAR TANGSEL RATAS – Data transaksi janggal di Kementerian Keuangan periode 2009-2023 sebesar Rp 349 triliun berdasarkan laporan dari PPATK berbuntut panjang dan berliku. Atas kegaduhan soal transaksi janggal itu, Komisi III DPR RI memanggil PPATK dalam rapat kerja yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (21/3/2023) lalu.
Seperti yang dirilis Suara.com (24/3/2023), dalam rapat itu, anggota Komisi III DPR RI dari PDIP, Arteria Dahlan, memperingatkan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait soal adanya ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun terhadap pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Arteria menyebut, siapapun yang membocorkan dokumen rahasia bisa diancam pidana. Rahasia dokumen itu adalah terkait data transaksi janggal Rp 349 triliun itu.
“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko, yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK.
Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU itu disebutkan, “pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU 8/2010 wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut UU 8 tahun 2010”.
Kemudian Dalam Pasal 11 Ayat (2) berbunyi, “setiap orang yang melanggar ketentuan, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Sebagaimana diketahui, Mahfud sempat mengatakan, ada temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023 dalam konferensi pers pada Pada Jumat (10/3/2023). Ia menyebut transaksi itu terindikasi ada dugaan TPPU.
Tak hanya Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani bahkan mengungkapkan ada 300 surat dari PPATK terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirim pada 13 Maret 2023.
Atas keterangan Mahfud dan Sri Mulyani itu, Arteria Dahlan mengatakan ada sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010. “Ini serius. Nanti teman-teman, kita (anggota Komisi III DPR) akan ada sesi berikutnya untuk klarifikasi,” tandas Arteria.
Di sisi lain, Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berencana melaporkan pimpinan PPATK ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Pelaporan itu bakal dilayangkan oleh MAKI menindaklanjuti pernyataan Arteria Dahlan terkait potensi pidana lantaran PPATK telah membocorkan dokumen TPPU yang bikin gempar publik.
“Ini adalah sebagai bentuk ikhtiar MAKI dalam membela PPATK bahwa apa yang dilakukan benar. Dan kalau ini dikatakan tidak benar oleh DPR maka saya coba dengan logika terbalik mengikuti arusnya DPR dengan melaporkan PPATK kepada kepolisian,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan sebagaimana dilansir Antara, Kamis (23/3/2023).
Boyamin menyebut, langkah hukum ini dilakukan sebagai respon atas pernyataan Komisi III DPR RI yang mengatakan ada pidana dari proses yang disampaikan oleh PPATK di Rapat Komisi III DPR RI Selasa (21/3) lalu.
Menurut dia, aduan atau laporan polisi tersebut berkaitan dengan tindak apa yang dikatakan anggota Komisi III tersebut bahwa apa yang dilakukan PPATK mengandung unsur pidana.
“Nanti saya akan meminta kepolisian memanggil teman-teman di DPR yang mengatakan pidana dan ini disertai dengan argumen yang DPR sampaikan kepada kepolisian,” ujarnya.
Boyamin menilai, pernyataan DPR tersebut terkesan menyalahkan PPATK yang telah mengikuti arus di masyarakat dari proses yang telah terjadi terkait Rafael Alun yang memiliki kekayaan berlebih dari pejabat di negara ini.
Dari kejadian tersebut, kemudian masyarakat menagih kinerja PPATK, yang ternyata telah melakukan penyelidikan transaksi keuangan sejak 2012 dan bahkan telah melakukan perhitungan sejak 2009 di mana ditemukan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.
Boyamin meyakini apa yang dilakukan oleh PPATK tidak termasuk pelanggaran hukum pidana karena apa yang disampaikan adalah secara global, tidak orang perorangan yang berdampak merugikan satu orang karena rahasianya dibuka.
“Ini adalah bentuk logika terbalik saya. Jika nanti di kepolisian menyatakan tidak ada pidana apa yang disampaikan PPATK, berarti apa yang dilakukan PPATK itu benar,” tutur Boyamin.
Mestinya, apa yang telah diungkap oleh PPATK ini, kata Boyamin, DPR menyambutnya dengan gagap gempita dan menindaklanjuti oleh panitia khusus (pansus) untuk memberikan pengarahan kepada penegak hukum untuk menindaklanjuti, bukan malah sebaliknya.
“Pertanyaan MAKI adalah, apakah DPR masih bersama rakyat yang diwakilinya atau malah berbeda haluan. Karena, masyarakat menyatakan sangat gembira, sangat mendukung PPATK dan kenyataan terhadap proses kemarin di DPR itu masyarakat masih membela PPATK,” ujar Boyamin. (BD)