RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada ancaman serius yang bakal dihadapi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ia menyebut negara-negara berkembang masih mengalami risiko scarring effect sebagai dampak pandemi, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter.
Hal tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam acara ‘Dialogue with Partner Countries at the G7 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting: Tackling Immediate Challenges Facing Developing Countries’, di Niigata, Jepang, Senin (15/5/2023).
“High-cost financing juga menjadi salah satu tantangan berat. Di sinilah peran vital G7 dan G20 dalam mendorong dan mengharmonisasikan berbagai kebijakan,” tutur Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyatakan bahwa multilateral development bank harus meningkatkan kapasitasnya untuk mengatasi permasalahan global seperti perubahan iklim, krisis pangan, dan pandemi.
“Indonesia bersama negara anggota G20 telah membentuk pandemic fund untuk menguatkan kemampuan dan kesiapan negara berkembang dalam merespons risiko adanya pandemi selanjutnya secara lebih baik,” paparnya.
Bahkan, kata Sri Mulyani, pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur juga perlu mendapat dukungan dari negara maju. “Pendanaan infrastruktur yang terjangkau akan sangat membantu negara berkembang dalam memacu pertumbuhan ekonominya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Sri Mulyani turut menghadiri sesi dialog bersama negara mitra dalam G7 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting di Niigata, Jepang. Pembahasan utama dalam pertemuan tersebut salah satunya adalah mengatasi tantangan terkini yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. (BD)