RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan bahwa selalu ada kecurangan dalam pesta demokrasi lima tahunan bernama pemilihan umum (pemilu). Mahfud mengatakan itu karena pernah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani perkara sengketa pemilu.
Tapi, kata dia, kecurangan itu bukan dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh si peserta pemilu. Hal itu disampaikan Mahfud dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024’ di kampus UIN Jakarta, Selasa (23/5/2023). Mahfud pun meminta masyarakat aktif menjaga pemilu yang lebih demokratis.
“Saya mengatakan begini, apakah pemilu kita itu akan bebas dari kecurangan. Tidak, pemilu itu pasti diwarnai kecurangan. Yang kemarin dan besok,” tutur Mahfud,
Mahfud kemudian mencontohkan pemilu pada era Orde Baru (Orba). Dia mengatakan kecurangan pemilu saat itu dilakukan oleh pemerintah. Tapi kini, menurut Mahfud, kecurangan dilakukan oleh para peserta pemilu.
“Kalau dulu zaman Orba tak bisa dibantah, curang. Itu yang curang pemerintah, terhadap rakyat,” ungkap Mahfud.
“Apakah (pemilu) besok ada kecurangan, pasti ada. Sudah lima kali pemilu kita, tahun 1999, 2004, 2009 , 2014, 2019 curang terus. Tetapi beda, yang curang sekarang itu adalah peserta pemilunya sendiri. Bukan pemerintah,” ia menambahkan.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan partai politik juga saling menggugat karena merasa dicurangi. Dia mengatakan gugatan itu terkait dengan perolehan suara.
“Misalnya partai A menggugat B, B menggugat C, C menggugat F. Saling menggugat gitu karena merasa dicurangi. Siapa, yang curang biasanya pesertanya membayar orang di TPS. Memalsu suara perjalanan dari TPS ke kelurahan, dari kelurahan ke kecamatan,” paparnya.
Mahfud pum mengaku telah menyampaikan soal gugat-menggugat itu kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan juga kepada para anggota Bawaslu. “Pak Anda harus siap-siap, nanti akan digugat karena pemilu curang,” tutur Mahfud.
Jadi, kata Mahfud, yang curang itu adalah rakyat dengan rakyat. Dan itu pasti akan terjadi. “Makanya kita bentuk MK. MK juga harus terbuka dan independen. Karena kalau keputusannya tidak terbuka dan independen akan jadi masalah politik yang besar,” ujanya (BD)