Komnas HAM Sebut Perdagangan Orang di NTT Sudah Berkategori Darurat, Karena Pemprov NTT Tak Serius Menanganinya?

0
171
Komnas HAM menilai permasalahan TPPO di NTT tidak terlepas dari tingkat kemiskinan dan rendahnya pendidikan masyarakatnya. Bahkan, terkait aspek pencegahan, belum ada koordinasi yang intensif antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjadi penanggung jawab dalam Gugus Tugas TPPO. (foto ilustrasi: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Ketua Tim Monitoring Efektivitas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan permasalahan TPPO di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah masuk kategori darurat. Bahkan ia juga menyebut Pemprov NTT tidak serius mengurus kasus TPPO.

Menurut Anis, indikator kategori darurat untuk masalah TPPO bisa dilihat dari makin rentannya masyarakat menjadi korban, terutama di daerah perbatasan.

Kepada sejumlah wartawan di Kota Kupang, Kamis perang (25/5/2023), Anis memaparkan bahwa pada tahun 2022, data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) NTT mencatat terdapat 120 pemulangan jenazah asal NTT. Hingga 25 Mei 2023 tercatat 56 jenazah PMI asal NTT dipulangkan melalui Bandara El Tari, Kupang.

Anis menilai permasalahan TPPO di NTT tidak terlepas dari tingkat kemiskinan dan rendahnya pendidikan masyarakat. Bahkan, terkait aspek pencegahan, Tim TPPO Komnas HAM menemukan kenyataan belum ada koordinasi yang intensif antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjadi penanggung jawab dalam Gugus Tugas TPPO.

BACA JUGA :  Kuasa Hukum Lukas Enembe Adukan Para Petinggi KPK ke Komnas HAM Atas Dugaan Pelanggaran HAM

“Ada juga permasalahan ekonomi dan belum berjalannya proses reintegrasi sosial yang menyebabkan potensi TPPO menjadi tinggi,” ujar Anis.

Lebih lanjut, Anis juga menyebut anggaran sebagai bagian dari komitmen. Menurutnya, komitmen untuk mencegah dan menangani TPPO bisa dijalankan meski dengan anggaran yang terbatas. “Nah, ketika anggaran tidak ada maka tidak ada keseriusan dari pemerintah,” tandasnya.

Anis lalu menegaskan bahwa semua pihak terkait harus meningkatkan komitmennya dalam menanggulangi TPPO di NTT. “Tanpa komitmen, menurut saya pemerintah akan selalu ketinggalan jauh dari para sindikat yang terus berinovasi dalam merekrut para korban di NTT,” tuturnya.

Di kesempatan yang sama, Hari Kurniawan selaku Komisioner Komnas HAM menuturkan bahwa Pemprov Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) juga tidak serius menangani masalah TPPO. Di dua wilayah tersebut, kata Hari, angka kasus TPPO juga sangat tinggi.

“Ada beberapa temuan dalam kunjungan kami sejak hari Senin (22/5/2023) hingga hari ini terkait TPPO. Kita nilai Pemerintah Provinsi dan kabupaten sepertinya tidak serius mengurus TPPO,” tutur Hari.

BACA JUGA :  Pencairan BLT Rp600 Ribu Diundur Terus, Kemungkinan Dilaksanakan Sebelum Lebaran?

Bahkan, kata Hari, sudah ada Peraturan Gubernur mengenai hal tersebut. Tapi regulasi itu tidak berjalan baik di lapangan.

“Ketika kita berbicara dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, mereka selalu berkilah soal anggaran. Menurut mereka, anggarannya sedikit sehingga tidak bisa bersosialiasi untuk melakukan pencegahan TPPO,” ungkap Hari.

Komnas HAM lantas merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TPPO di tingkat Pusat maupun daerah, serta kelengkapannya. Hal ini guna mengidentifikasi hambatan dan praktik, baik dalam pencegahan dan penanganan TPPO.

Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan penyediaan alokasi anggaran yang memadai dalam pencegahan dan penanganan kasus-kasus TPPO di Provinsi NTT, serta mendorong adanya persamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dan penguatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan gabungan APH. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini