RADAR TANGSEL RATAS – Jumlah anak muda yang belum bekerja atau masih menganggur di China kini meningkat ke rekor tertinggi. Akibatnya, para lulusan perguruan tinggi terpaksa mengambil pekerjaan bergaji rendah atau bekerja di bawah tingkat keahlian mereka.
Seperti yang dilansir Bloomberg News (18/5/2023), data yang dihimpun Biro Statistik Nasional China hingga April 2023 menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang usianya 16-24 tahun di China mencapai 20,4%. Jumlah itu sekitar empat kali lipat tingkat nasional. Tekanan mungkin akan meningkat musim panas ini, di mana sekitar 11,58 juta lulusan akan kembali membanjiri pasar kerja.
Lonjakan angka pengangguran itu menunjukkan bahwa kondisi perekonomian China mengalami kesulitan dalam menyerap pekerja baru, bahkan ketika pertumbuhan mereka mulai pulih dari kemerosotan yang disebabkan oleh pandemi dan terjadinya penurunan angkatan kerja secara keseluruhan.
Bruce Pang, Kepala Ekonom untuk China Raya di Jones Lang LaSalle Inc., mengatakan bahwa pengangguran bagi mereka yang kurang berpendidikan kemungkinan adalah pendorong utama pengangguran di kalangan kaum muda China, “Tekanan dari lulusan perguruan tinggi baru akan meningkat sekitar bulan Juli,” ujarnya.
Meningkatnya pengangguran menambah frustrasi dan kecemasan yang dirasakan kaum muda atas karier dan status sosial ekonomi mereka.
Musim panas lalu, terjadi demo besar-besaran tentang pengendalian Covid di beberapa universitas yang jarang terjadi di negara itu. Adapun banyak juga yang kecewa karena kurangnya kesempatan setelah PHK massal di industri yang dulunya populer seperti teknologi dan pendidikan.
Para pemimpin negara tampaknya sangat menyadari risiko meningkatnya pengangguran. Bulan lalu, Menteri Sumber Daya Manusia dan Keamanan Sosial China Wang Xiaoping menggambarkan stabilisasi pekerjaan sebagai tanggung jawab politik utama.
Pihak berwenang telah mengambil beberapa langkah dalam beberapa minggu terakhir untuk mencoba dan menghentikan pengangguran kaum muda yang tidak terkendali. Pemerintah telah meminta BUMN untuk mempekerjakan lulusan tahun ini setidaknya sebanyak yang mereka lakukan tahun lalu.
Dewan Negara, kabinet China, pada bulan lalu juga menerbitkan rencana yang menjabarkan langkah-langkah untuk memperluas perekrutan dan memberikan subsidi kepada pemberi kerja untuk memberi insentif agar mereka mempekerjakan lebih banyak orang.
Michael Hirson, Kepala Penelitian China di 22V Research, dalam sebuah catatan penelitian, mengatakan langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berfokus pada solusi administrasi struktural dan langsung ketimbang menggunakan stimulus yang berbasis luas untuk menyerap pekerjaan.
Duncan Wrigley, Kepala Ekonom China di Pantheon Macroeconomics, mengatakan bahwa meningkatnya tingkat pengangguran kaum muda juga mungkin karena “ketidakcocokan keterampilan” di pasar tenaga kerja.
Hal itu karena pembukaan kembali China tampaknya cenderung lebih menguntungkan perusahaan sektor jasa kelas bawah dan tidak banyak pekerjaan tersedia bagi mereka yang lebih berpendidikan.
Meski demikian, beberapa ekonom mengaku tidak terlalu khawatir terhadap prospek pasar kerja China. “Ekspansi ekonomi China seharusnya masih cukup kuat untuk menurunkan tingkat pengangguran secara keseluruhan, yang akan mendorong turunnya pengangguran kaum muda,” kata Christopher Beddor, Wakil Direktur Riset China di Gavekal Dragonomics.
Beddor juga mengatakan bahwa secara umum, lapangan kerja generasi muda cenderung terkonsentrasi di sektor jasa sehingga fakta bahwa pemulihan bergantung pada konsumsi jasa yang kuat pada akhirnya akan membantu menurunkan tingkat pengangguran secara keseluruhan untuk kelompok tersebut. (BD)