RADAR TANGSEL RATAS – Bank Indonesia (BI) menyatakan sudah lama menyiapkan rencana redenominasi atau penyederhanaan digit mata uang seperti Rp 1.000 menjadi Rp 1. Tapi, untuk implementasinya, masih adaa beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
“Kami dari dulu sudah siap, jadi redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain dan tahapan-tahapannya, itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).
Menurut Perry, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan bank sentral sebelum mengimplementasikan redenominasi seperti Rp 1.000 menjadi Rp 1. Pertimbangan tersebut yakni kondisi makro ekonomi, moneter dan stabilitas sistem keuangan, serta sosial politik.
BI menilai perekonomian domestik saat ini sebenarnya sudah bagus. Tapi, BI menyatakan membutuhkan momentum yang tepat untuk merealisasikan redenominasi tadi. Sebab, BI melihat kondisi Indonesia saat ini masih terpengaruh oleh efek rambatan dari faktor eksternal, terutama pelemahan ekonomi global.
“Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita kan kondisinya stabil, tapi ketidakpastian global masih ada. Sabar,” tutur Perry.
Sebagaimana yang sudah diinformasikan sebelumnya, nantinya uang yang sudah diredenominasi jumlah angkanya akan mengecil, tapi nilainya akan tetap sama. Misalnya uang Rp 10.000, setelah dilakukan redenominasi, maka tiga angka di belakangnyaa akan hilang dan penulisannya berubah menjadi Rp 10 saja.
Hal yang sama juga akan diterapkan ke semua uang rupiah kertas tahun emisi 2022, mulai dari Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, dan Rp 100 ribu.
Salah satu tujuan utama redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam transaksi, serta efektif dalam pencatatan pembukuan keuangan.
Dikutip dari laman Kemenkeu, jika melihat fenomena di masyarakat saat ini, sebenarnya masyarakat secara tidak langsung telah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Jika kita berjalan-jalan di mall, restoran, cafe, atau bioskop, terpampang daftar harga/tarif dengan embel-embel ‘K’ di belakang digitnya.
Contohnya untuk menu nasi soto ayam seharga Rp 30.000 per porsi hanya dicantumkan 30 K saja. ‘K’ di sini memiliki arti umum kelipatan seribu. Atau harga kudapan di bioskop, sekantong popcorn seharga Rp 42.000 hanya dicantumkan 42 K saja. (ARH)