RADAR TANGSEL RATAS – Kementerian Kesehatan RI buka suara soal temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan harga pengadaan barang dan jasa di sektor kesehatan yang angkanya membengkak 500 hingga 5.000 persen.
“Kita di Kemenkes RI, 90 persen pengadaan barang itu di e-catalogue,” tutur Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (25/8/2023).
Pengadaan lewat e-katalog tersebut, kata Siti, menjadi cara untuk mencegah kasus mark-up anggaran. Terlebih, menurutnya, Kemenkes RI menjadi salah satu kementerian yang menerima Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam nominal sangat besar.
Siti menuturkan, pengadaan barang melalui e-katalog memang belum sempurna alias belum 100 persen. Bukan tanpa sebab, ada beberapa barang dan jasa yang belum tersedia dalam e-katalog lantaran tender serta pengusaha alat kesehatan tidak memasukkannya ke sistem daring tersebut.
“Kalau dari sisi mitigasi, tahun 2023 itu 90 persen dilakukan melalui e-katalog. Jadi upaya ini sudah sangat represif. Kalaupun masih ada temuan-temuan itu sebenarnya sisa-sisa saja dari e-katalog,” tutur Siti.
Lebih lanjut, Siti mengimbau agar para pengusaha ke depan mendukung program e-katalog demi transparansi anggaran yang dikeluarkan.
“Kita sangat mengeliminir kasus-kasus yang mungkin terjadi mark-up akibat proses pengadaannya. Makanya di sini dia (KPK) minta pengusaha mendaftarkan E-Katalog karena ada barang-barang yang memang tidak ada di e-katalog,” ujar Siti. (ARH)