RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini buka suara terkait potensi kerugian uang negara Rp 523 miliar terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran.
“Potensi kerugian negara dalam penyaluran bansos lebih dari Rp 523 miliar per bulan dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama Pemerintah Daerah sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM),” kata Risma melalui keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Menurut Risma, Kemensos bersama pemerintah daerah telah berhasil memperbaiki 41.377.528 data. Ia menyebut Kemensos telah menerima 21.072.271 data usulan baru, sementara yang telah menerima bansos sebanyak 15.294.921 jiwa dan 4.473.332 jiwa diusulkan masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Kerugian negara dalam penyaluran bansos sebesar Rp 140 miliar per bulan, kata Risma, dapat diselamatkan bersama dengan kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Badan Kepegawaian Negara serta BPJS Ketenagakerjaan.
“Di mana sebanyak 493.137 penerima bansos yang gajinya di atas UMK, 23.879 ASN dan 13.369 data yang terdaftar pada Ditjen AHU, sudah dikembalikan ke Daerah untuk diverifikasi ulang,” tutur Risma.
Lebih lanjut, Risma menjelaskan bahwa sejak dilantik sebagai Mensos oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2020 silam, ia menerima banyak masukan dari BPK, BPKP, dan lembaga lainnya terkait upaya pembersihan DTKS. Karena itulah sebanyak 68. 211.528 data telah ditidurkan pada Agustus 2023 yang lalu.
“Kemudian ada juga masalah transparansi dan regulasi data bansos. Dari sanalah kami bertekad melakukan perbaikan,” ucap Risma.
Selain itu, Risma juga mengusulkan adanya pembaruan data tiap satu bulan sekali. Sebab, menurutnya pembaruan data setiap enam bulan sekali masih sangat lambat. Hal itu lantaran data kependudukan berubah cepat, baik ada yang meninggal, berpindah domisili, dan bayi lahir.
Bahkan Risma juga menyinggung peran penting pemerintah daerah. Ia menjelaskan berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2011, Mensos hanya berwenang menetapkan, bukan mengubah atau mengusulkan data.
Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa data penerima bansos diusulkan dari tingkat desa atau kelurahan dan naik secara berjenjang. Penetapan itu kemudian menjadi dasar pemerintah atau pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. Mensos tidak berwenang untuk mengubah data.
“Karena itulah saya meminta pemerintah daerah untuk aktif memperbarui data secara berkala,” ujar Risma.
Tak lupa, Risma mengatakan Kemensos telah menyediakan aplikasi cekbansos di mana di dalamnya ada fitur usul sanggah. Dengan fitur usul sanggah itu, jelas dia, masyarakat bisa mengajukan data secara mandiri.
“Cukup banyak masyarakat yang merasa bahwa bansos tidak tepat sasaran. Yang miskin tidak dapat, yang kaya justru dapat. Dengan fitur ini, masyarakat bisa mengajukan DTKS sendiri dan kami akan memeriksa kelayakannya,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK mengatakan ada ratusan ribu warga penerima bansos meskipun punya penghasilan cukup. Dari 493 ribu penerima bansos salah sasaran, terdapat sekitar 23,8 ribu penerima manfaat bekerja sebagai ASN.
Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, setidaknya Rp 523 miliar uang negara setiap bulan keluar untuk penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.
“Ini nilai ketidaktepatan ini kita hitung sekitar Rp 523 miliar per bulan karena salah kita kasih ke orang yang sebenarnya tidak tepat. Tapi, khusus untuk ASN dan yang penerima upah itu, kita estimasi Rp 140 miliar per bulan itu sebenarnya kita enggak tepat kasihnya,” ungkap Pahala dalam acara sosialisasi NIK dan pertemuan lintas kementerian di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (5/9/2023). (ARH)