RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar tak menyenangkan dari pertemuan iklim tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-28 atau COP28 di Dubai. Ia menuturkan bahwa fragmentasi geopolitik semakin meningkat hingga berimbas terhadap perekonomian tiap-tiap negara.
Menurut Sri Mulyani, saat ini semakin banyak negara yang memprioritaskan kebutuhan sendiri dan menganggap negara lain adalah musuh. Informasi itu diketahuinya usai pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Belanda Sigrid Kaag.
“Dia mengatakan sekarang banyak sekali partai di Eropa yang semakin inward looking (memprioritaskan kebutuhan domestik). Kasus di mana mereka melihat negara lain sebagai musuh dan bukan teman,” ungkap Sri Mulyani dalam Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Grand Hyatt Bali, Rabu (6/12/2023).
Fenomena tersebut, kata Sri Mulyani, jadi sesuatu yang sangat memprihatinkan dan tentunya akan mempengaruhi kebijakan banyak negara di dunia, terutama negara-negara Barat seperti Eropa.
Lebih lanjur, Sri Mulyani menunjuk perang dagang dan investasi yang sedang terjadi di banyak negara. Hal itu, kata dia, akan menciptakan gangguan lebih lanjut dalam rantai pasok dan menghilangkan prinsip perdagangan bebas yang saling menguntungkan.
“Jadi ini menciptakan situasi yang terfragmentasi. Tidak lagi mengglobal, tidak lagi mengakomodasi aspirasi bahwa kita berbagi satu planet, satu dunia dan satu kemanusiaan. Kita menjadi terpecah, apakah terpecah berdasarkan geografi, kedaulatan, etnis, ras, agama, atau sekarang juga terpecah oleh kecerdasan buatan,” papar Sri Mulyani.
Feagmentasi global yang menimbulkan peningkatan nasionalisme dan populisme, menurut Sri Mulyani, akan memberikan tekanan besar terhadap instrumen fiskal. Sebab, pada dasarnya anggaran merupakan cerminan aspirasi masyarakat sehingga sentimen terhadap nasionalisme dan populisme akan menular ke dalam kebijakan fiskal.
Alhasil, kata Sri Mulyani, banyak negara tidak segan-segan berutang dalam jumlah yang besar demi memenuhi kebutuhan fiskalnya. Di saat yang sama, alat fiskal harus menahan tekanan yang datang dari goncangan global, apakah itu krisis keuangan dalam bentuk pandemi maupun perubahan iklim.
“Fragmentasi ini pasti akan menciptakan tantangan kerja sama antar negara. Indonesia terus memainkan peran konstruktif meskipun lanskap global sangat sulit dan menantang serta terus berubah,” tutur Sri Mulyani. (ARH)