RADAR TANGSEL RATAS – Ternyata kabar buruk dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di tanah air masih terus berlanjut. Fenomena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sepertinya bakal terus mengemuka ke depan nanti. Serbuan produk impor yang menggerogoti pasar domestik, hingga perlambatan ekonomi di pasar-pasar tujuan ekspor utama disebut-sebut jadi penyebab anjloknya permintaan dan berujung PHK bagi karyawan.
Baru-baru ini saja, ada dua pabrik TPT di Kota Semarang yang dikabarkan melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya. Dengan begitu, tercatat ada 10 pabrik yang melakukan PHK tahun 2023 ini. Hal itu menyebabkan total lebih 12.000 karyawan kehilangan pekerjaannya tahun ini.
Dan yang harus diingat, angka yang disebutkan di atas hanya berasal dari pabrik yang serikat pekerjanya tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).
“Saat ini sedang ada proses PHK ratusan pekerja pabrik benang dan kain di Kota Semarang. Dia memasok kain dan benang untuk perusahaan garmen yang juga satu grupnya. Perusahaan ini memang sudah melakukan PHK yang berlanjut sampai saat ini terus berjalan. Jadi belum ada angka pastinya,” ungkap Presiden KSPN Ristadi kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/12/2023).
Ristadi juga menjelaskan bahwa ada pula perusahaan garmen di Kota Semarang yang sedang menjalani proses negosiasi tentang besaran pesangon para karyawan yang bakal di-PHK. “Sekitar 5.000-an pekerja di-PHK,” ujarnya.
KSPN mencatat, ada pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat yang dikabarkan tutup pada 2 November 2023 lalu. Sehingga, per November 2023 lalu, jumlah karyawan yang jadi korban PHK di industri TPT nasional sejak awal 2023 menjadi 7.200-an orang dari delapan perusahaan.
“Ini adalah PHK yang terjadi di bulan Desember ini. Sehingga tahun ini ada 10 perusahaan yang melakukan PHK lebih 12.000 orang pekerja,” ungkap Ristadi.
Jika ditotal sejak tahun 2022 sampai awal tahun 2023, kata Ristadi, jumlah PHK di pabrik-pabrik tempat anggota KSPN sudah mencapai 56.976 orang. “Ini total 36 perusahaan di Semarang, Pekalongan, Sukoharjo, Magelang, Demak, Karanganyar, provinsi Jawa Barat, dan provinsi Banten. PHK terjadi di pabrik tekstil, garmen, ekspedisi, kulit, mebel, ritel, sepatu, dan sparepart,” paparnya.
Lebih lanjut, Ristadi juga mengungkap bahwa PHK tersebut dipicu serbuan produk impor yang menggerus pasar di dalam negeri. Sementara, pabrik berorientasi ekspor terkena efek anjloknya permintaan di tengah tekanan ekonomi global.
“Kami berharap pemerintah concern terhadap sektor TPT, garmen, dan sepatu yang menyerap jutaan lapangan pekerjaan. Ini adalah industri padat karya,” ujar Ristadi.
Ristadi juga membeberkan bahwa di tengah anjloknya ekspor, pabrik garmen banyak yang memutuskan pindah atau merelokasi pabriknya dari Kota Semarang.
“Manajemen menyampaikan mereka akan relokasi ke Grobogan (Jawa Tengah). Juga untuk menekan cost produksi. Biasanya ini karena nggak kuat upah minimum dan biaya-biaya tak terduga lainnya,” tuturnya.
Karena itu, Ristadi mendesak langkah konkret dan cepat dari pemerintah untuk membantu industri padat karya di dalam negeri, seperti industri TPT.
“Ada 2 upaya penyelamatan industri tekstil yang mendesak dan harus dilakukan pemerintah segera. Yaitu, upaya penyelamatan industri berbasis pasar lokal dan berorientasi ekspor,” katanya. (ARH)