Dilaporkan ke Polisi Karena Orasinya Dinilai Menghina Presiden, Butet: Itu Ekspresi Personal Saya

0
86
Budayawan Butet Kartaredjasa dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Upaya hukum yang dilakukan sejumlah relawan Jokowi itu terkait dugaan ujaran kebencian oleh Cak Imin. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Sejumlah relawan melaporkan budayawan Butet Kartaredjasa ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atas dugaan menghina Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Kulon Progo. Laporan itu dilayangkan oleh relawan Projo, Sedulur Jokowi, relawan Arus Bawah Jokowi, dan didampingi oleh TKD Prabowo-Gibran.

Menurut Ketua Projo DIY, Aris Widi Hartanto, pelaporan itu didasari ucapan Butet pada acara kampanye Ganjar-Mahfud di Wates, Kulon Progo, pada 28 Januari lalu. Aris menilai ucapan Butet itu menghina presiden.

Atas pelaporan tersebut, Butet mengaku biasa-biasa saja. “Nggak apa-apa karena Projonya sedang pansos. Panjat sosial dari pantun saya,” tuturnya kepada wartawan di kediamannya, Kasihan, Bantul, Selasa (30/1/2024).

Menurut Butet, semua warga negara Indonesia memiliki hak untuk melaporkan ke polisi. Sehingga Butet tidak mempermasalahkan laporan tersebut. “Ya boleh-boleh saja semua warga bangsa ini boleh melalukan apapun karena itu memang dijamin oleh undang-undang. Melaporkan saya ndak papa,” ujarnya.

“Tapi kalau saya menanggapi, saya nggak tahu apa yang dilaporkan. Saya kan cuma menyatakan pikiran-pikiran saya dan itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 45,” Butet melanjutkan.

BACA JUGA :  TikTok Live Bikin Arken Shop Untung Besar, Per Bulan Tembus Rp 25 Juta

Sebagai informasi, Butet kerap mengartikulasikan pikiran-pikirannya secara bebas melalui media seni, bahkan media apapun. Butet mencontohkan, sebagai seorang penulis dia bisa berekspresi melalui karya tulis entah itu puisi, cerpen, pantun, atau naskah monolog atau di panggung pertunjukan atau di layar kaca atau di layar lebar.

“Saya juga seorang pelukis saya bisa mengekspresikan kebebasan saya berekspresi di kanvas di kertas secara visual dan itu dijamin oleh UUD 45, dan itu satu hal yang sewajarnya di dalam kehidupan berdemokrasi,” ungkapnya.

Butet menjelaskan, pantun darinya yang menyisipkan kata ‘binatang’, ‘ngintil’, atau ‘mengikuti’, kata dia, bisa multitafsir. “Kata binatang yang mana? Wedhus (kambing)? Ha nek ngintil itu siapa? Kan saya cuma bertanya pada khalayak. Yang ngintil siapa? ‘Wedhus’ berarti kan yang tukang ngintil wedhus. Tafsir aja, apa saya sebut nama Jokowi? Saya bilang ngintil kok,” papar Butet.

“Bilang asu? Lho koe ngerti dewe, bagi saya, saya menyatakan asuok, asu banget itu bukan makian itu suatu ekspresi personal saya. Saya mengagumi kepintaran wedyan koe pintere asu tenan ok. Cah ayu wae tak unekke wasyu iki ayu banget. Asu ok itu dalam konteks saya bagaimana kata itu diekspresikan,” tuturnya lagi. (ARH)

BACA JUGA :  Ironis! Rumah Singgah Bung Karno di Padang Dirubuhkan Hingga Rata dengan Tanah, Pemilik Tak Tahu Sejarahnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini