RADAR TANGSEL RATAS – Sulit dicegah, harga beras terus bergerak naik dan mencetak level rekor baru. Tak cuma beras premium, tapi juga beras medium. Menurut Panel Harga Badan Pangan, harga beras premium dan medium kompak melanjutkan kenaikan ke level rekor baru pada hari Kamis (22/2/2024).
Harga beras premium naik Rp 60 ke Rp 16.270 per kg hari ini, sementara beras medium naik Rp 90 ke Rp 14.230 per kg. Sepekan lalu, (15 Februari 2024), harga beras premium masih di Rp 15.900 per kg dan beras medium di Rp 13.950 per kg. Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp 10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.
Sementara itu, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg. Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.
Menurut Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa, faktor perubahan iklim yang tidak menentu jadi penyebab tanaman padi petani gagal, sehingga harganya naik di pasaran.
“Kemarin waktu kita (Bapanas) ke lapangan, ke daerah Grobogan dan lain sebagainya, itu ada 3 ribu hektare (sawah) tergenang banjir. Ternyata, pas hujan kencang dia kencang banget hujannya, akhirnya banjir,” tutur Ketut kepada wartawan, Kamis (22/2/2024).
Ketut pun menyebut banjir tersebut berpotensi menyebabkan petani gagal panen. “Mudah-mudahan tidak gagal ya, tapi ada potensi yang harus kita waspadai. Itu kan petani mengeluarkan ongkos yang lebih juga. Sementara di tempat lain agak tinggi, di tempat lainnya agak rendah hujannya. Nah ini efek gorila El Nino kita katakan. Dampaknya ini sudah mulai dirasakan petani,” paparnya.
Meski begitu, Ketut menambahkan, pihaknya tetap mengacu pada Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, yang menyatakan bulan pada Januari-Februari 2024 ini, produksi padi masih akan minus dari kebutuhan. “Artinya memang Januari-Februari itu memang kita agak lumayan koreksinya,” ujarnya.
Ketut lalu menambahkan bahwa pada bulan Maret nanti KSA BPS produksi beras diprediksi sudah sekitar 3,5 juta ton. “Jadi akan terjadi surplus. Harapan kita habis Maret, April, Mei, Juni juga terjadi surplus. Kalau itu terjadi, maka mulai lah akan terjadi penyesuaian atau koreksi harga yang ke bawah,” ungkap Ketut.
Di sisi lain, kata Ketut, harga gabah juga terpantau naik. Harga Gabah Kering Panen (GKP) sekarang ini sudah di Rp 7.500 per kg, bahkan ada yang sampai Rp 8.000 per kg. Kemudian, Gabah Kering Giling (GKG) sudah ada yang Rp 8.200-Rp 8.500 per kg.
“Jadi kalau GKP maupun GKG dengan harga segitu, gampangnya dikali 2 saja, dikali 2 memang akan menghasilkan segitu harga (berasnya), nggak jauh dari situ,” ujar Ketut.
Ketut yakin, setelah berkoordinasi dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan pemangku kepentingan lainnya, harga GKP/GKG menjadi tinggi itu disebabkan karena produksinya yang memang sedikit terkoreksi, imbas dari El Nino yang panjang.
Lebih lanjut, Ketut bercerita bahwa penyebab GKP tinggi juga adalah karena harga sewa lahannya yang sudah naik. “Dulu dapat Rp 3 juta, sekarang nggak dapat, sudah Rp 12 jutaan,” ungkap Ketut. Ia menambahkan bahwa kondisi itu diperparah oleh naiknya harga pupuk akibat perang yang terjadi di Ukraina. (ARH)