
RADAR TANGSEL RATAS – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa nilai ekspor nikel hasil dari hilirisasi kembali melesat. Tak tanggung-tanggung, Jokowi menyatakan nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tersebut bisa menembus hingga Rp500 triliun!
Melonjaknya nilai ekspor nikel dari hilirisasi ini sebenarnya sudah sering disampaikan oleh Presiden Jokowi. Sebelum ada hilirisasi pada periode tahun 2017-2018, dalam catatan Kementerian Investasi atau BKPM, nilai ekspor bijih nikel Indonesia hanya senilai US$ 3,3 miliar atau Rp50-an triliun.
“Tapi begitu smelter dibangun ekspor kita mencapai Rp 500 triliun,” kata Jokowi dalam acara Pembukaan Muktamar XX Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, disiarkan langsung lewat YouTube tvMU Channel, dikutip Sabtu (2/3/2024).
Jokowi juga menjelaskan bahwa naiknya nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tak hanya menguntungkan perusahaan saja, tapi Indonesia juga mendapatkan penerimaan negara yang meningkat. Misalnya dari pajak perusahaan, pajak penghasilan karyawan, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Yang untungkan perusahaan? Tidak seperti itu. Karena lompatan rupiah tadi saya katakan, kita memungut namanya pajak perusahaan, pajak karyawan, royalti kita dapat, biaya ekspor kita dapat, PNPB kita dapat semuanya,” papar Jokowi.
Jokowi menambahkan bahwa Indonesia juga akan mendapat tambahan dividen yang besar jika ikut andil dalam perusahaan yang bersangkutan. Dengan begitu, bukan hanya perusahaan yang menguntungkan, tapi negara juga mendapatkan penerimaan yang besar.
“Inilah yang kita dorong hilirisasi nggak hanya urusan tembaga, nikel, timah, tapi juga akan kita dorong di perkebunan, perikanan, kelautan, pertanian. Kita harus mulai hilirisasikan dengan kesempatan nilai tambah dalam negeri dan membuka kesempatan kerja yang tinggi,” tutur Jokowi.
Meski demikian, Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia telah menghadapi gugatan di WTO mengenai kebijakan ekspor nikel. Oleh karena itu, Presiden menekankan pentingnya berhati-hati dalam mengelola ekonomi dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menjaga kestabilan negara.
“Karena Indonesia bukan sebuah negara kecil, tetapi negara yang sangat besar, negara yang sangat luas, dan penduduknya sudah hampir 280 juta sehingga setiap tindakan apapun kita harus berhati-hati terutama dalam mengelola ekonomi, politik. Harus penuh dengan kehati-hatian agar tidak keliru dalam mengelola negara,” tandasnya. (ARH)