RADAR TANGSEL RATAS – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Daerah Pemilihan Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, S. H., LL. M. mengkritik keras Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim. Hal itu dikarenakan Menteri Nadiem akan mengapus Pramuka dari kegiatan ekstrakurikuler (eksul) wajib di sekolah.
Senator Jakarta yang biasa disapa Bang Dailami itu pun menolak keras rencana penghapusan tersebut. “Saya tidak sepakat dengan pencabutan tersebut,” cetus Bang Dailami, dalam keterangan tertulisnya yang dikirim ke redaksi Kantor Berita ratas.id RADAR TANGSEL, Rabu, 03 April 2024.
Sebagai informasi, Menteri Nadiem melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek), Nomor 12, Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah mencabut Permendikbud, Nomor 63, Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler (Ekskul) Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Hal ini pun memunculkan polemik di publik.
Termasuk, memicu senator Jakarta bereaksi menolak pencabutan tersebut. Ini alasan penolakan Bang Dailami.
Pramuka Penting untuk Membentuk Karakter
Bang Dailami menandaskan bahwasannya pendidikan kepramukaan penting untuk membentuk karakter siswa didik. “Sebab, Pramuka memiliki esensi pendidikan karakter yang melibatkan aspek-aspek mental, fisik, dan sosial,” tukasnya.
Ditambah lagi, kata putra mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, (Almarhumah) Hj. Tuty Alawiyah itu, melalui kegiatan Pramuka, para siswa juga dapat belajar tentang nilai-nilai moral, disiplin, kerja sama, tanggung jawab, hingga kepemimpinan. “Makanya, saya dengan tegas menyatakan, tidak sepakat dengan pencabutan tersebut,” tegasnya.
Pendidikan karakter tersebut sangatlah penting di saat ini, menurut Bang Dailami. “Ditambah lagi dengan banyaknya kasus kekerasan remaja (bullying) dan tawuran, Pramuka dapat mencegah hal-hal negatif tersebut,” ucap cucu ulama besar betawi yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta Periode 1977-1984, K. H. Abdullah Syafi’i itu.
Pramuka Memiliki Nilai Historis Panjang
Selain itu juga, alasan penolakan penghapusan tersebut, ungkap Bang Dailami adalah Pramuka bukan hanya sekedar eskul saja. “Melainkan, pramuka ini memiliki nilai historis (sejarah) panjang dalam proses terbentuknya,” Bang Daiami berujar.
“Jadi, jangan main sembarangan mencabut saja tanpa ada kejelasan dasar dari kebijakan tersebut,” kritiknya.
Bang Dailami menjelaskan, bila hanya didasari untuk memberi kebebasan agar siswa-siswi memilih eskul sesuai minat dan bakat, maka, menurutnya, ini suatu kekeliruan dalam berpikir. “Karena, tidak perlu harus mencabut peraturan Pramuka sebagai eskul wajib,” ketusnya.
Menteri harus Dukung Kepramukaan
Bang Dailami meminta, jangan selalu kata “kebebasan” menjadi dasar suatu kebijakan. Pintanya, kementerian harus mendukung kepramukaan.
“Justru, seharusnya, kementerian terkait dapat memberikan perluasan kegiatan-kegiatan dalam kepramukaan agar lebih diminati oleh para siswa dan siswi demi mewujudkan generasi yang tangguh, berbudi luhur dengan mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan serta cinta tanah air,” pungkas Bang Dailami. (AGS)