RATAS – Seorang warga yang tinggal di Kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Provinsi Banten mengalami insiden yang memprihatinkan. Selama 17 tahun, tanah yang dibelinya secara sah dan bersertifikat diduga kuat “dirampas” oleh tiga institusi negara.
Hendrik Kadarusman adalah nama warga tersebut. Ia merupakan pemilik lahan atau sebidang tanah seluas 1,7 hektare di Kawasan Rempoa, Ciputat Timur, Kota Tangsel, Provinsi Banten.
Dalam podcast yang ditayangkan Ratas TV (Grup ratas.id), Ahad, 05 Januari 2025, Hendrik mengatakan, selama kurang lebih 17 tahun ini, tanah yang dibelinya secara sah dan memiliki sertifikat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak dapat diapa-apakan. Alias tidak dapat digunakan untuk membangun bangunan atau perumahan.
Mengapa demikian? “Karena, tidak diterbitkan izin bangunannya oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel),” ujar Hendrik dalam wawancara podcast yang dipandu jurnalis Ratas TV, Agus Supriyanto.
Pemkot Tangsel tidak menerbitkan izin mendirikan bangunan karena lahan yang dibeli Hendrik tersebut merupakan Situ Kayu Antap yang sudah ditetapkan di peraturan daerah (perda). “Dalam perda yang dibuat DPRD dan Pemkot Tangsel, lokasi tanah yang saya beli itu adalah Situ Kayu Antap. Padahal, faktanya lokasi itu bukan situ,” tegas Hendrik.
Ia melanjutkan, Pemerintah Provinsi Banten juga menyatakan lokasi tersebut bukan Situ Kayu Antap. “Dalam SK Gubernur Banten, waktu itu Gubernurnya Rano Karno, lokasi tanah yang saya beli itu bukan situ. Bukan Situ Kayu Antap. Dan sudah dicoret dari daftar aset Pemerintah Provinsi Banten, lokasi tersebut,” tandasnya.
Dalam putusan pengadilan pun dinyatakan, Hendrik menang. Dan, pengadilan memerintahkan Pemkot Tangsel agar memberikan izin kepada Hendrik untuk dapat mendirikan banguan di atas lahan tersebut.
“Ya, benar,, saya menang di pengadilan. Dan pengadilan menyatakan, Pemkot Tangsel harus memberikan izin kepada saya untuk mendirikan bangunan di atas lahan tersebut,” ungkapnya.
Saat ditanya, mengapa Pemkot Tangsel “ngotot” dan bersikukuh menetapkan dan menyatakan lokasi itu sesuai perda merupakan Situ Kayu Antap dan tidak melaksanakan putusan pengadilan? Hendrik pun bicara blak-blakan.
Menurut Hendrik, ada tiga institusi negara yang diduga melakukan konspirasi gelap untuk “merampas” lahannya. Supaya, lahan tersebut nantinya kembali ke negara dan diambil oleh oknum-oknum tertentu.
Siapa ketiga institusi negara tersebut? Apa dasarnya mereka tega “merampas” lahan milik Hendrik sehingga sampai detik ini lokasi itu dalam posisi “menggantung” alias status quo?
Simak selengkapnya di Channel Ratas TV berikut ini. Ratas TV juga sudah membuat janji kepada pihak-pihak untuk dikonfirmasi mengenai kasus ini. (AGS)