RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, pada Kamis (20/2/2025). Penahanan ini dilakukan setelah Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku serta perintangan penyidikan.
Hasto tampak turun dari tangga Gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan oranye dan tangan diborgol. Sebelumnya, ia telah memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka.
“Ya, saya sudah siap lahir batin (jika ditahan KPK),” ujar Hasto di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Hasto menganggap penahanannya sebagai bagian dari proses hukum yang berkeadilan di Indonesia dan tetap meyakini bahwa demokrasi akan terus berjalan meskipun upaya paksa dilakukan terhadapnya.
“Republik ini dibangun berdasarkan hukum yang berkeadilan, itu konsepsi awalnya. Jika saya ditahan, semoga ini menjadi pupuk bagi demokrasi dan membangun sistem penegakan hukum yang benar-benar tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya bukan pejabat negara dan tidak menyebabkan kerugian negara dalam kasus yang dituduhkan kepadanya.
KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, pada 24 Desember 2024. Penetapan ini tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Selain itu, ia juga dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) terkait kasus Harun Masiku.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto ditahan selama 20 hari terhitung sejak 20 Februari hingga 11 Maret 2025.
“Guna kepentingan penyidikan, terhadap tersangka HK dilakukan penahanan selama 20 hari dan penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
Dalam pernyataannya, Setyo mengungkapkan bahwa Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan kasus korupsi terkait penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku dan Saeful Bahri. Kasus tersebut berkaitan dengan pemberian hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota KPU periode 2017-2022.
Perbuatan tersebut dijerat dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (HDS)