Kasus Oplos Pertamax Belum Juga Selesai, Kini Muncul Dugaan Monopoli Penjualan BrightGas oleh Pertamina Patra Niaga

0
41

RATAS – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi memulai penyelidikan awal terkait dugaan praktik monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Non Subsidi di pasar midstream oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). Anak usaha Pertamina ini diselidiki karena diduga melakukan praktik monopoli dalam bisnis penjualan BrightGas.

“Penyelidikan awal ini ditetapkan dalam Rapat Komisi pada 5 Maret 2025 di Kantor KPPU Jakarta. Investigasi ini berfokus pada pencarian alat bukti terkait dugaan pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,” ujar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).

Dugaan Praktik Monopoli dan Dampaknya

Sejak tahun lalu, KPPU telah melakukan kajian terhadap penjualan LPG Non Subsidi di Indonesia. Dalam kajian tersebut, KPPU menduga terdapat pelaku usaha yang memonopoli pasar midstream LPG Non Subsidi (gas LPG bulk non-PSO yang dikemas ulang) dengan menjual harga tinggi dan memperoleh keuntungan berlebih (super normal profit).

“Harga LPG Non Subsidi yang tinggi ini diduga menyebabkan banyak konsumen beralih menggunakan LPG Subsidi (kemasan 3 kg),” kata Deswin Nur. KPPU juga meneliti struktur pembentukan harga LPG dari hulu hingga hilir. Saat ini, PT PPN menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri, baik dari produksi lokal maupun impor.

BACA JUGA :  Krisis Populasi di Negeri Pizza, Paus Fransiskus Desak Orang Italia Punya Banyak Anak

Harga BrightGas Dinilai Terlalu Mahal

Di pasar non-subsidi, PT PPN menjual LPG dengan merek dagang BrightGas. Perusahaan ini juga menjual LPG dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain seperti BlueGas dan PrimeGas, yang kemudian mengemas ulang untuk dijual ke konsumen.

KPPU menemukan bahwa keuntungan dari penjualan LPG Non Subsidi mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan penjualan LPG Subsidi, dengan nilai sekitar Rp 1,5 triliun. Praktik ini diduga melibatkan perilaku eksklusif dan eksploitatif dengan menetapkan harga tinggi kepada konsumen downstream, yang juga merupakan pesaing PT PPN di pasar LPG Non Subsidi.

Dampak pada Konsumen dan Anggaran Negara

Dugaan monopoli ini mengakibatkan harga LPG Non Subsidi menjadi sangat tinggi, sehingga konsumen lebih memilih LPG Subsidi. Akibatnya, beban anggaran negara meningkat karena subsidi LPG yang tidak tepat sasaran. Selain itu, peningkatan konsumsi LPG Subsidi juga berdampak pada naiknya volume impor LPG.

“Berdasarkan hasil kajian, KPPU menilai perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan praktik monopoli PT PPN dalam penjualan LPG Non Subsidi di pasar midstream,” pungkas Deswin Nur. (HDS)

BACA JUGA :  Hasil Rapat dengan Komisi II DPR, Menteri PANRB: Tidak Ada PHK Massal Tenaga Honorer

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini