RATAS – Di tengah tekanan fiskal akibat pemangkasan anggaran sebesar Rp 306 triliun, upaya meningkatkan penerimaan negara menjadi semakin mendesak. Berbagai tantangan muncul, mulai dari keterbatasan ruang fiskal, ketergantungan APBN terhadap penerimaan perpajakan, hingga tingginya potensi kebocoran penerimaan dari sektor ekonomi bawah tanah, baik formal maupun ilegal.
Menanggapi kondisi ini, Pimpinan Pusat GP Ansor menggelar diskusi bertajuk Ngaji Keuangan & Perpajakan: Ramai Pemangkasan Anggaran, Badan Penerimaan Negara Solusinya? pada 12 Maret 2025 di Kedai Tempo. Diskusi ini menghadirkan narasumber seperti Hadi Poernomo (Dirjen Pajak 2001–2006), Berly Martawardaya (Dosen FEB UI dan Direktur Riset INDEF), serta Vaudy Starworld (Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia).
Dalam forum tersebut, GP Ansor menyoroti urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai solusi untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Badan ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pemungutan pajak dan bea cukai dengan memperkuat pengawasan, mengatasi praktik penghindaran pajak (tax evasion), serta menekan kebocoran penerimaan negara yang masih marak terjadi.
GP Ansor menilai bahwa penggabungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ke dalam satu badan independen akan meningkatkan efisiensi dan mempercepat integrasi data perpajakan serta kepabeanan.
Berdasarkan data yang dipaparkan dalam diskusi, sektor ekonomi bawah tanah (underground economy) diperkirakan mencapai 22% dari PDB, dengan potensi penerimaan pajak yang belum tergali sebesar Rp 484 triliun. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan nilai pemangkasan anggaran saat ini.
Ketua Bidang Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor, M. Arif Rohman, menegaskan bahwa reformasi kelembagaan pajak harus dilakukan dengan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan profesional.
“Pembentukan BPN dengan menyatukan otoritas pajak dan bea cukai adalah kebutuhan mendesak. Dengan otonomi yang lebih luas, diharapkan dapat meminimalkan intervensi politik serta memastikan sistem perpajakan dan kepabeanan berjalan lebih efisien dan efektif. Akan lebih dahsyat lagi jika BPN juga mencakup penerimaan negara bukan pajak,” ujarnya.
Selain itu, GP Ansor menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap praktik penghindaran pajak, penyelundupan, dan pelaporan transaksi ekspor-impor yang tidak sesuai (underreporting).
Dengan berbagai tantangan fiskal yang dihadapi, GP Ansor mendorong pemerintah segera merealisasikan pembentukan Badan Penerimaan Negara sebagai lembaga independen di bawah Presiden. Langkah ini diyakini dapat menjaga stabilitas fiskal, memperkuat sistem perpajakan, meningkatkan kualitas pengawasan dan pelayanan, serta memastikan pembangunan nasional tetap berjalan tanpa terganggu keterbatasan anggaran. (HDS)