Rekomendasi Sekda Dinilai Jadi Akar Masalah, Korupsi DLHK Cemari Reputasi Pemkot Tangsel Era Benyamin–Pilar
RATAS, – Deretan kasus korupsi yang terungkap di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada masa kepemimpinan Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan memicu keprihatinan mendalam masyarakat. Dugaan lemahnya pengawasan dan kontrol dinilai menjadi salah satu faktor utama yang memicu terjadinya praktik korupsi yang merugikan keuangan daerah.
“Kasus korupsi yang menjerat kepala dinas, kepala bidang, hingga kepala seksi di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) adalah potret menjijikkan bagi warga Tangsel,” ujar H. Eko Yuliadi, pegiat sosial dan civitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Senin malam (28/4), dalam pernyataan yang diterima redaksi melalui pesan WhatsApp.
Pria yang akrab disapa Pak Haji Eko itu menilai, permasalahan ini tidak lepas dari proses rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) yang dinilainya sembrono dan tidak berbasis pada integritas serta kompetensi.
“Sekretaris Daerah seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban, karena posisinya yang strategis dalam menentukan jabatan-jabatan penting di tubuh pemerintahan, termasuk di DLHK,” tegasnya.
Senada dengan Eko, Kholid dari Aliansi Tangerang Menggugat juga menyoroti praktik tidak transparan dan dugaan permainan antara vendor pengelola sampah dengan pihak DLHK. Ia mengungkapkan, selama lima tahun terakhir, sejumlah pengembang besar menunjuk vendor yang justru memanfaatkan armada milik DLHK dalam kegiatan operasionalnya.
“Oknum vendor yang ditunjuk pengembang menggunakan truk milik dinas seolah-olah resmi, padahal tidak jelas kemana sampah itu dibuang. Ini sudah berlangsung sejak awal periode Ben–Pilar,” ungkap Kholid.
Ia juga mendesak agar evaluasi terhadap kinerja Sekda Kota Tangerang Selatan dilakukan secara menyeluruh, mengingat posisinya sebagai Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) serta Ketua Panitia Anggaran Pemerintah Kota.
“Sekda lah yang merekomendasikan WL sebagai Kadis DLHK, Y sebagai Kabid, TB.A sebagai Kabid Kebersihan, dan ZY sebagai Kasie DLHK. Maka, kalau sistem bobrok, tentu kita perlu evaluasi dari atas,” ujarnya.
Menurut Kholid, kebocoran retribusi, buruknya sistem pengangkutan dan pengelolaan sampah, serta dugaan pemufakatan jahat antar aparat dinas telah menciptakan kerugian besar bagi daerah dan saat ini tengah ditangani Kejati Banten.
“Apakah resmi atau tidak, jika menggunakan kendaraan dinas dan membuang sampah tidak sesuai prosedur, itu pelanggaran. Apalagi jika sampai menjadi ladang bancakan dan korupsi berjamaah oleh oknum OPD,” pungkasnya.