RATAS – Kontroversi seputar keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan, kali ini mendapat perhatian dari media internasional. The Star Online, salah satu portal berita utama di Malaysia, pada akhir April 2025 memuat laporan berjudul “Jokowi to face two lawsuits on diplomas, Esemka car” yang menyebut Presiden ke-7 RI itu menghadapi dua gugatan hukum, masing-masing terkait dugaan ijazah palsu dan proyek mobil Esemka.
Merespons publikasi tersebut, dokter dan pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma, atau dikenal sebagai dr. Tifa, mengingatkan Presiden Jokowi untuk berhati-hati dalam bersikap. Dalam pernyataan yang ia unggah melalui akun X, dr. Tifa menilai pemberitaan internasional menjadi indikator serius bahwa isu ini telah menembus ranah global.
“Semesta menolak matahari kembar. Matahari cukup satu. Dan ketika matahari ilegal menolak padam, semesta akan menggerakkan segenap kekuatan untuk memadamkan matahari itu,” ujar dr. Tifa dalam unggahan yang sarat simbolisme. Ia menyebut pemberitaan media asing sebagai “tanda-tanda kekuatan” yang mulai bergerak.
Sebelumnya, dr. Tifa juga mengangkat temuan lain yang ia klaim berdasarkan kajian anatomi terhadap foto pada ijazah Jokowi yang beredar luas di media sosial. Dalam sebuah diskusi yang ditayangkan kanal YouTube Official Inews bertajuk “Tiga Terlapor Ijazah Jokowi Bersaksi”, ia mengungkapkan bahwa foto tersebut tidak sesuai dengan anatomi wajah Jokowi muda yang dikenalnya sebagai Presiden RI periode 2014–2024.
“Walaupun ini mungkin foto 30–40 tahun lalu, jika dibandingkan secara morfologi, ini bukan foto beliau,” tegasnya.
Menggunakan keahliannya di bidang kedokteran, khususnya anatomi, dr. Tifa menganalisis elemen-elemen wajah seperti jarak antar mata, bentuk tulang hidung, susunan gigi, bentuk dagu, dan posisi telinga. Menurutnya, lima parameter tersebut tidak mudah dimanipulasi dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah dua foto menampilkan individu yang sama atau berbeda.
Selain mencermati foto, ia juga menyoroti ketidaksesuaian tanggal pada dokumen kelulusan. “Dalam ijazah disebutkan lulus 5 November 1985, namun skripsi disahkan 11 November 1985. Artinya, wisuda terjadi sebelum pengesahan skripsi,” ungkapnya, sembari mempertanyakan keabsahan dokumen tersebut.
Pernyataan dan riset pribadi dr. Tifa telah menuai reaksi beragam di publik. Ada yang memujinya sebagai bentuk keberanian menyuarakan kebenaran, namun tidak sedikit pula yang menilai pendekatannya spekulatif dan kontroversial.
Hingga saat ini, pihak Istana maupun Universitas Gadjah Mada belum memberikan tanggapan terbaru terkait klaim ini. Sebelumnya, UGM telah secara terbuka menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah alumni sah kampus tersebut.
Kontroversi ini diperkirakan akan terus berkembang, terutama jika proses hukum terkait gugatan ijazah benar-benar bergulir di pengadilan. (HDS)