MK Sahkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU, Serikat Buruh Ancam Akan Lumpuhkan Kawasan Industri

0
89
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan konsolidasi untuk menyiapkan gugatan materiil terhadap UU Cipta Kerja. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Serikat buruh menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023. Keputusan itu dinilai melukai rasa keadilan bagi buruh.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, pihaknya awalnya yakin bahwa MK akan menerima gugatan konfederasi buruh, tapi nyatanya tidak sesuai harapan yang diinginkan.

“Saya yang memimpin langsung ribuan massa buruh di Patung Kuda meminta massa tidak melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum walaupun putusan MK sangat menyakiti buruh,” kata Andi Gani dalam keterangan resmi, Senin (2/10/2023).

Laki-laki yang juga Presiden ASEAN Trade Union Council (ATUC) ini juga menegaskan akan segera melakukan konsolidasi untuk menyiapkan gugatan materiil terhadap UU Cipta Kerja. “Karena, putusan MK ini terbukti tidak bulat. Ada 4 hakim MK yang menyatakan perbedaan pendapatnya,” ujarnya.

Terkait ancaman bahwa KSPSI akan melumpuhkan kawasan industri, Andi Gani mengaku akan menyiapkan segala cara agar putusan ini bisa direspons buruh dengan baik. Keputusan untuk melumpuhkan kawasan industri masih akan didiskusikan.

BACA JUGA :  Waduh! Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Membengkak, Pemerintah Didorong Harus Lebih Aktif Bernegosiasi

Seperti diketahui, MK telah memutuskan bahwa UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang tetap berkekuatan hukum secara sah.

UU Cipta Kerja sendiri digugat lima pihak karena dianggap cacat formil. Nyatanya MK menyatakan sebaliknya dari gugatan penggugat. “Amar putusan mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman.

Meski demikian, dalam memutuskan hal ini diketahui terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari empat orang Hakim MK. Mereka adalah, dan Hakim Konstitusi Suhartono, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, serta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. (ARH)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini