Catat! Ternyata 95% Kasus Perceraian di Indonesia Libatkan Anak di Bawah 18 Tahun

0
110
Menurut Data Badan Peradilan Agama, kasus perceraian yang diproses di Peradilan Agama Indonesia di tahun 2021 meningkat 54% dibandingkan dengan tahun 2020, yaitu dari 291.677 kasus menjadi 447.743 kasus. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Ada hal yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya di benak kita seputar kasus perceraian. Ternyata sebanyak 95 persen perceraian yang terjadi di Indonesia melibatkan anak usia di bawah 18 tahun. Hal itu berdasarkan penelitian oleh Australia Indonesia Partnership for Justice pada tahun 2018 yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin.

Dari angka tersebut, kata Syarifuddin, diperkirakan lebih dari 900.000 hingga satu juta anak setiap tahunnya terkena dampak akibat perceraian yang diajukan ke pengadilan. “Itu dengan asumsi bahwa di Indonesia setiap keluarga rata-rata memiliki dua anak,” ujar Syarifuddin dalam webinar bertajuk Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Perkara Perceraian, Rabu (27/7).

Dapat dibayangkan dampak jangka panjang yang dialami oleh anak-anak Indonesia. Hal ini, kata Syarifuddin, berpengaruh terhadap susunan tatanan sosial di masyarakat.

Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak buruk dari perceraian orang tua terhadap anak, menurut Syarifuddin, penting untuk memastikan setiap anak terus dapat mengakses hak-hak mereka, yakni jaminan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan yang layak.

BACA JUGA :  Diisukan Jadi Menteri Pertanian Menggantikan Syahrul Yasin Limpo, Buwas: Tidak Ada Masalah

Meskipun jumlah anak yang terdampak akibat perceraian orang tua setiap tahunnya tergolong besar, kata Syarifuddin, putusan perceraian terutama terkait dengan pembayaran nafkah anak dan mantan istri belum efektif.

Putusan perceraian, kata Syarifuddin, tidak serta merta mempermudah pemotongan bagian penghasilan mantan suami untuk nafkah mantan istri dan tunjangan pemeliharaan anak. “Akibatnya, anak dan mantan istri tersebut rentan terjebak dalam garis kemiskinan, bahkan menjadi korban kejahatan,” tuturnya

Terakhir, perkara putusan pengadilan termasuk soal perceraian, merupakan salah satu prioritas MA yang pelaksanaannya membutuhkan dukungan pemerintah.

Sebagai informasi, menurut Data Badan Peradilan Agama, kasus perceraian yang diproses di Peradilan Agama Indonesia di tahun 2021 meningkat 54% dibandingkan dengan tahun 2020, yaitu dari 291.677 kasus menjadi 447.743 kasus.

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), hal itu berkaitan dengan kondisi pandemi dan pemberlakuan pembatasaan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berpengaruh terhadap tingkat stres keluarga.

Hasil survei dinamika rumah tangga di masa Covid-19 oleh Komnas Perempuan pada April sampai Mei 2020 juga menyimpulkan bahwa pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan beban kerja rumah tangga dan pengasuhan.

BACA JUGA :  Ungkit Banyak Persoalan di Pertanahan, Wamen ATR: Itu Akibat Pemangku Kebijakannya Belum Bisa Jadi Administrator

Adapun penyebab terbanyak perceraian sepanjang tahun 2021 yaitu perselisihan dan pertengkaran berkelanjutan (tidak harmonis), yakni sebanyak 279.205 kasus.

Kemudian, kasus perceraian yang dilatarbelakangi dengan alasan ekonomi sebanyak 113.343 kasus. Sebanyak 42.387 kasus perceraian terjadi karena ada salah satu pihak yang meninggalkan.

Lalu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi faktor terjadinya perceraian dengan 4.779 kasus. Faktor lainnya yaitu karena mabuk 1.779 kasus, murtad 1.447 kasus, hingga poligami 893 kasus. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini