RATAS – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.
GP Ansor menilai hal tersebut wajar mengingat memori kolektif bangsa ini. Namun, melihat perkembangannya, dasar pemikiran peraturan tersebut masih sejalan dengan profesionalisme TNI dan prinsip reformasi.
“GP Ansor sebagai bagian dari civil society di Indonesia terus berkontribusi untuk memperkuat supremasi sipil di tanah air. Kami sangat meyakini bahwa civil society dan supremasi sipil sudah semakin matang sejak bergulirnya reformasi 1998. Fungsi kontrol sudah sangat kuat. Jadi, tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang dapat dengan mudah mengawasi jalannya pemerintahan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Addin Jauharuddin, Rabu (19/3/2025).
Addin menambahkan, landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam politik hingga kini masih tetap terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000. “Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita Reformasi pada 1998,” katanya.
Sebagaimana diketahui, seluruh fraksi di Komisi I DPR telah menyetujui membawa revisi UU TNI ke tingkat II guna dimintakan persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR RI, dengan sejumlah catatan.
Sebagai representasi organisasi kepemudaan di bawah panji Nahdlatul Ulama, GP Ansor senantiasa mencermati setiap dinamika sosial, termasuk kebijakan pemerintah. Secara khusus, isu tentang RUU TNI mengemuka di tengah masyarakat dan mendapat perhatian karena dianggap berpotensi membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi TNI.
Addin mengajak masyarakat untuk menganalisis secara jernih substansi RUU TNI beserta landasan hukumnya. “Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden. Hierarki tersebut masih berlaku hingga saat ini,” jelasnya.
Terkait pembahasan anggota TNI yang ingin menduduki jabatan sipil, mereka yang berpotensi menjadi pejabat di kementerian/lembaga hingga BUMN harus mengundurkan diri atau pensiun dini. Penambahan jumlah jabatan sipil yang diisi oleh anggota TNI harus didorong agar lebih proporsional.
Mencermati hal tersebut, Addin menilai bahwa substansi UU TNI yang baru nantinya masih berada di koridor implementasi yang benar. Ia juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang terus mengawal proses revisi RUU TNI.
“Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Addin berharap bahwa dalam melakukan perubahan UU TNI, semua pihak harus belajar dari langkah yang diambil oleh Presiden Keempat RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Menurutnya, di bawah terobosan visioner Gus Dur, Indonesia berhasil memutus belenggu dwifungsi militer dan menegaskan kembali prinsip supremasi sipil sebagai pilar demokrasi.
“Gus Dur tidak hanya mencabut kursi militer di parlemen atau memisahkan Polri dari ABRI, tetapi lebih dari itu, beliau meletakkan fondasi etis bahwa TNI harus tunduk sepenuhnya di bawah kendali pemerintahan sipil yang legitimasinya bersumber dari rakyat,” tuturnya. (HDS)