Dua Bamus, Satu Tujuan: Bersama Membangun Budaya di Kota Tangerang Selatan
RATAS — Para tokoh adat Betawi Kota Tangerang Selatan berkumpul dalam sebuah rapat terbatas (ratas) untuk mendeklarasikan terbentuknya Bamus Adat Betawi Kota Tangerang Selatan, Minggu (20/4/2025). Acara tersebut menjadi momen silaturahmi masyarakat Betawi pasca-Idulfitri, mempererat kebersamaan dalam upaya mempertahankan adat dan budaya lokal.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, mengapresiasi inisiatif tersebut dan menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam pelestarian budaya.
“Pemkot dan masyarakat harus saling bersinergi dalam pembangunan Kota Tangsel. Karena itu, saya berikan dana sebesar Rp50 juta untuk mendukung kegiatan operasional Bamus Adat Betawi Tangsel dan memberikan izin penggunaan Rumah Blandongan di Tandon Ciater sebagai sekretariatnya,” ujar Benyamin.
Ketua Bamus Adat Betawi Tangsel, Moch. Ramlie, menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah demi kemajuan bersama.
“Acara ini menjadi momentum penting untuk mempererat tali persaudaraan sekaligus memperkuat peran Bamus Adat Betawi dalam menjaga dan melestarikan budaya Betawi di Kota Tangsel,” ungkap Ramlie.
” Agar dapat diketahui, kalau Bamus Adat Betawi Kota Tangerang Selatan, adalah bamusnya Adat betawi, tapi kalau bamus Tangsel adalah untuk semua Etnis, karena Tangsel kota urban. Tapi kami selalu bersinergi dan tidak ada kata dualisme, karena kami AD ART nya saja berbeda. Dan kami saling berkolaborasi dalam segala bidang, begitu Diaz”, tegas Haji Abi biasa disebutnya
Sementara itu, Ketua Bamus Tangerang Selatan sekaligus anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, Julham Firdaus, menegaskan tidak ada perpecahan dalam tubuh Bamus, melainkan perbedaan nama dan lingkup fokus.
“Tak ada apa-apa, cuma beda namanya. Itu Bamus Betawi, sementara kami Bamus Tangsel. Tapi semua sinergi untuk masyarakat dan kemajuan Tangsel. Bismillah,” ujar pria yang akrab disapa JF, Senin (21/4/2025).
Menanggapi isu dualisme seperti yang terjadi di Jakarta, JF menampik adanya konflik serupa.
“Gak ada terlalu begitu. Semua harus sinergi dan bersama untuk Tangerang Selatan. Apapun namanya, tidak ada dualisme atau perbedaan. Semua untuk membangun Tangsel bersama-sama,” tegasnya.
JF juga menambahkan bahwa yang terpenting bukan soal nama, melainkan semangat persatuan dan kebersamaan.
“Apalah arti sebuah nama. Yang paling berarti itu persatuan dan kebersamaan membangun Tangsel. Jadi tidak masalah, selama semuanya memperkuat silaturahmi,” imbuhnya.
Pendiri Bamus Tangerang Selatan, Subari Martadinata, menegaskan bahwa lembaga yang ia bentuk tidak hanya untuk satu etnis tertentu, tetapi inklusif bagi seluruh masyarakat Tangsel.
“Bamus Tangsel yang saya ciptakan tidak bermuara pada satu suku saja, karena Kota Tangsel adalah kota urban. Kami hadir untuk seluruh masyarakat Tangsel,” ujar Subari.
Saat ini, ia mengaku tengah fokus pada isu-isu khusus, salah satunya terkait program Sempaki. “Ke depan tentu ada pembagian tugas dan fokus masing-masing dalam struktur organisasi,” pungkasnya.