Krisis Sampah Bekasi Makin Kronis: TPST Bantargebang Menumpuk, TPA Sumur Batu Cemari Air, Burangkeng Disegel

Kamis, 01 Mei 2025, Pukul 08:16 WIB

RATAS – Krisis pengelolaan sampah di Kota dan Kabupaten Bekasi kian mengkhawatirkan. Tiga lokasi utama pembuangan—TPST Bantargebang, TPA Sumur Batu, dan TPA Burangkeng—menghadapi persoalan serius yang berdampak langsung pada lingkungan dan kesehatan warga.

Dalam diskusi publik bertajuk Silaturahmi Ekologi dan Deklarasi Gerakan Pilah Sampah – Indonesia Bersih yang digelar di Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Kamis (24/4/2025), Kaukus Lingkungan Hidup (LH) Bekasi Raya mengungkap deretan pelanggaran dan kelalaian di balik krisis tersebut.

TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu Terancam Kolaps

TPST Bantargebang saat ini menampung lebih dari 55 juta ton sampah. Setiap hari, sebanyak 7.500 hingga 7.800 ton sampah baru masuk ke lokasi. Saat musim hujan dan banjir, volume itu melonjak hingga 12.000 ton per hari.

Sementara itu, TPA Sumur Batu menerima lebih dari 1.500 ton sampah per hari dan masih dikelola secara open dumping. Limbah cair (leachate) dari tumpukan sampah mengalir langsung ke drainase, mencemari Kali Ciketing dan Kali Asem. Ironisnya, instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) di lokasi ini tidak berfungsi dan hanya menjadi pajangan.

BACA JUGA :  Cadangan Nikel Hanya Cukup untuk 15 Tahun, Menteri ESDM Tegaskan Jangan Boros!

Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, menilai kondisi TPA Sumur Batu bahkan lebih buruk dari TPA Burangkeng yang telah disegel. “TPA Sumur Batu seharusnya disegel dan ditutup. Kepala Dinas LH Kota Bekasi juga layak dijadikan tersangka, karena melanggar UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah,” tegasnya.

Kompensasi Minim, Warga Tuntut Keadilan

Permasalahan kompensasi juga menjadi sorotan. Warga di sekitar TPST Bantargebang, terutama Kelurahan Sumurbatu, Cikiwul, dan Ciketingudik, menerima uang bau sebesar Rp 400 ribu per kepala keluarga (KK) per bulan. Namun di Kelurahan Bantargebang, jumlahnya hanya separuh. Uang tersebut berasal dari Pemprov DKI Jakarta, sementara Pemkot Bekasi disebut tidak memberikan kontribusi.

“Kerusakan lingkungannya parah, penyakit menyebar, air dan tanah tercemar logam berat. Rp 400 ribu sebulan itu terlalu kecil,” kata Ketua Kaukus LH Bekasi Raya, Agus Salim Tanjung. Ia menambahkan, warga sudah bertahun-tahun menghirup udara kotor dan terpapar limbah yang mencemari kulit, paru-paru, mata, hingga menyebabkan TBC.

BACA JUGA :  Ditetapkan Jadi Tersangka, Peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin Terancam 6 Tahun Penjara

Menurutnya, akar masalah ada pada tidak adanya pemilahan sampah sejak dari sumber. “Semua sampah—termasuk limbah B3—dicampur begitu saja. Ini yang membuat TPST dan TPA jadi sarang penyakit,” ujarnya.

TPA Burangkeng: Disegel, Tapi Masalah Tak Selesai

Ketua Prabu Peduli Lingkungan (Prabu PL), Carsa Hamdani, menyoroti dampak penyegelan TPA Burangkeng oleh Kementerian LHK pada Desember 2024 lalu. Selama dua tahun terakhir, air lindi dari TPA mengalir langsung ke sungai tanpa pengolahan. “Itu kejahatan lingkungan. Kadis LH Kabupaten Bekasi Donny Sirait sudah jadi tersangka, tapi belum juga ditahan. Malah masih sibuk pencitraan,” kecamnya.

Carsa juga menyoroti minimnya jumlah penerima kompensasi. Dari sekitar 17.000 KK di Desa Burangkeng, hanya 2.000 KK yang mendapat uang bau, itu pun sering terlambat cair hingga sembilan bulan. Besarannya pun hanya Rp 100 ribu per bulan. “Semua warga harusnya dapat kompensasi. Kami menuntut keadilan, bukan belas kasihan,” ujarnya.

Dorongan untuk Reformasi Tata Kelola Sampah

Kegiatan ini diinisiasi oleh Kaukus LH Bekasi Raya yang beranggotakan berbagai organisasi lingkungan seperti AMPHIBI, APPI, KPNas, Prabu PL, FJPL, Yayasan Ahli Salam Semesta, dan komunitas pemulung, nelayan, serta bank sampah.

BACA JUGA :  Nilai Saham Tesla Naik 24% Per Mei 2023, Elon Musk Kembali Jadi Orang Terkaya Sejagat

Mereka menyerukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola sampah di Bekasi. Pemilahan sampah dari sumber, penghentian sistem open dumping, penguatan penegakan hukum, dan kompensasi yang adil menjadi tuntutan utama.

“Sudah cukup warga jadi korban. Pemerintah harus hadir dengan solusi, bukan sekadar tambal sulam,” pungkas Agus Salim Tanjung. (HDS)

Latest

Rp7 Miliar untuk 1 Km Trotoar Ciater, Mahasiswa Desak Audit Independen dan DPRD Gunakan Hak Angket

Rp7 Miliar untuk 1 Km Trotoar Ciater, Mahasiswa Desak Audit Independen dan DPRD Gunakan Hak Angket RATAS.id — Proyek revitalisasi trotoar di Jalan Ciater Raya, Serpong, Tangerang Selatan,...

Kasus Keracunan MBG Terus Berulang, Komisi IX DPR Desak Pemerintah Gunakan Dapur Sekolah

RATAS - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kembali terjadinya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kali ini, insiden...

Marak Keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis, DPR Tekankan Peran Ahli Gizi Harus Optimal di SPPG

RATAS- Pemerintah tengah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul meningkatnya kasus keracunan makanan di berbagai daerah. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI,...

Heboh Panen Padi di Hari Kesaktian Pancasila! Garuda Astacita Nusantara dan Yayasan Bhakti Bela Negara Kompak Kawal Ketahanan Pangan  

RATAS –  Di momentum Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025, DPP Garuda Astacita Nusantara (GAN) turun langsung ke Desa Pamengkang, Serang, Banten, memenuhi undangan Yayasan Bhakti Bela Negara...

Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk dan Telan Korban Jiwa, Begini Respons DPR

RATAS –  Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan duka cita terkait insiden ambruknya musala di pondok pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur yang menelan tiga korban...
3984931246225911134
CMS-Critic-Banner-300x600