RATAS – Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, menegaskan bahwa penyelesaian backlog perumahan tidak bisa hanya mengandalkan sisi pembiayaan dan suplai. Ia menekankan pentingnya pembenahan regulasi, ketersediaan data permintaan yang presisi, serta dukungan pembiayaan inovatif untuk mempercepat penyediaan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Indonesia belum memiliki peta permintaan hunian berbasis by name, by address. Akibatnya, kebijakan sering meleset dari sasaran. Terjadi anomali: backlog tinggi, tapi stok rumah justru banyak tidak terjual,” ujar Zulfi dalam peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2025 di Bandung.
Anggota Dewan Pembina HUD Institute, Ali Kusno Fusin, menambahkan bahwa kelompok masyarakat formal relatif lebih mudah mengakses pembiayaan, sementara sektor informal—meski memiliki pendapatan cukup—sering tidak tercatat dalam sistem keuangan. Ketua MP3I, Lukman Hakim, juga menilai perlu revisi regulasi agar kebijakan perumahan lebih tepat sasaran bagi masyarakat formal maupun informal.
Ketua Dewan Pakar HUD Institute, Harun Al-Rasyid, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mengurai kompleksitas kebijakan perumahan yang sarat kepentingan. “Konflik kepentingan wajar terjadi, tapi harus dikelola dengan dialog konstruktif. Tidak ada solusi tunggal,” katanya.
Pada momentum Hapernas, HUD Institute meluncurkan HUD Academia, wadah kolaboratif akademisi, peneliti, dan praktisi untuk memperkaya perumusan kebijakan publik berbasis pengetahuan.
Selain itu, ditandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antara HUD Institute, City University Malaysia, dan 25 perguruan tinggi swasta di Indonesia. Kerja sama ini meliputi riset bersama, pertukaran dosen dan mahasiswa, serta pengembangan teknologi perkotaan berkelanjutan dengan tema “Dari Nusantara ke Persada Dunia: Memajukan Pendidikan Bersama”.
Dalam acara ini, MAPID juga dilibatkan sebagai mitra strategis. Melalui platform geospasial berbasis AI, MAPID menyediakan analisis spasial terkait demografi, harga tanah, infrastruktur, hingga risiko bencana untuk mendukung perencanaan program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah.
Zulfi menegaskan bahwa HUD Institute lahir dari kalangan kampus dan akan terus mengawal kebijakan perumahan agar tepat sasaran. Upaya ini juga mendukung program 3 Juta Rumah Presiden Prabowo, yang tidak hanya bertujuan mengurangi backlog kepemilikan dan rumah tidak layak huni, tetapi juga menjadi game changer menuju visi Indonesia 2045: pertumbuhan ekonomi 8%, kemiskinan 0%, dan peningkatan kualitas SDM.
“HUD Institute ingin kembali ke khittah, back to campus. Kontribusi akademisi akan terus menjadi fondasi pemikiran kami dalam menjawab tantangan perumahan nasional,” pungkas Zulfi. (HDS)