RATAS – Pengamat Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, menyoroti dugaan kejanggalan dalam akuisisi 51 persen saham Bank Central Asia (BCA) oleh Djarum Group, yang terkait megaskandal BLBI pada 2002.
Menurut Hudi, pada 2001 Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah menemukan indikasi manipulasi harga saham, namun Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tetap menetapkan tender divestasi BCA. BPPN berdalih bahwa saham dijual melalui strategic placement, sehingga penawaran harga tidak boleh lebih rendah dari rata-rata 90 hari terakhir.
“Menurut saya, KPK perlu meneliti apa yang dilakukan Bapepam saat itu terkait divestasi saham. Hal ini membuka lembaran lama dan tidak mudah,” ujar Hudi.
“KPK juga bisa memeriksa kepala BPPN yang menjabat saat itu jika ada kejanggalan terkait divestasi BCA,” tambahnya.
Sebelumnya, Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD periode 2021–2023, Hardjuno Wiwoho, mencatat pemerintah menggelontorkan dana talangan BLBI sebesar Rp718 triliun, termasuk ke BCA. Dari catatan Pansus, BCA memiliki utang Rp26,596 triliun dan menerima bunga obligasi rekap sekitar Rp7 triliun per tahun, dengan total obligasi mencapai Rp60,8 triliun.
“Kerugian negara akibat BLBI mencapai ratusan triliun. Untuk BCA saja nilainya lebih dari Rp26 triliun. Bukan angka kecil, pemerintah tidak boleh abai,” tegas Hardjuno.
Hardjuno menambahkan, upaya Pansus memanggil Robert Budi Hartono pada 2023 tidak berhasil maksimal karena Budi Hartono mengirim staf ahli dengan alasan mendampingi keluarga sakit. Menurutnya, Budi Hartono sah menjadi pemilik BCA setelah akuisisi dari BPPN pada 14 Maret 2002, sehingga tanggung jawab terkait dana BLBI dianggap berada pada pemilik lama.
Hardjuno menilai, harga akuisisi Rp5 triliun jauh di bawah appraisal Rp10 triliun dan aset BCA yang tercatat Rp117 triliun, sehingga mencurigakan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, membantah dugaan kerugian negara atau patgulipat akuisisi saham.
“Angka Rp117 triliun yang disebut merujuk pada total aset BCA, bukan nilai pasar. Nilai pasar ditentukan harga saham di bursa dikalikan jumlah saham beredar. Sejak IPO pada 2000, harga saham terbentuk melalui mekanisme pasar,” kata Ketut dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (20/8/2025).
Ketut menegaskan, tender dilakukan pemerintah melalui BPPN secara transparan dan akuntabel, serta klaim utang Rp60 triliun tidak benar.
“BCA memiliki aset obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun, dan seluruhnya telah selesai pada 2009 sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” jelasnya. (HDS)