Muktamar X PPP Ricuh: Mardiono Diklaim Terpilih Aklamasi
RATAS.id – Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar pekan ini berlangsung panas dan sarat polemik. Muhammad Mardiono kembali diumumkan sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030 melalui keputusan aklamasi. Namun, klaim tersebut langsung menuai bantahan dari internal partai.
Mardiono Diklaim Menang dengan Aklamasi
Dalam forum pleno, pimpinan sidang menyatakan bahwa Mardiono didukung oleh 30 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) sehingga ditetapkan sebagai ketua umum secara aklamasi. Forum juga menyusun tim formatur beranggotakan sembilan orang—lima dari DPW dan tiga dari DPP—untuk merumuskan struktur kepengurusan baru.
Muktamar kali ini mengusung tema “Transformasi PPP untuk Indonesia”, dengan harapan menjadi titik balik setelah PPP gagal lolos ke parlemen pada Pemilu 2024.
Suasana Ricuh dan Penuh Interupsi
Meski keputusan aklamasi diumumkan, jalannya sidang disebut berlangsung tidak kondusif. Riuh rendah yel-yel, interupsi, hingga percepatan pengambilan keputusan terjadi karena forum dianggap dalam situasi darurat.
Bahkan, muncul klaim tandingan bahwa Agus Suparmanto—mantan Menteri Perdagangan—juga ditetapkan sebagai ketua umum melalui muktamar versi berbeda.
Rommy Membantah Keabsahan Aklamasi
Mantan Ketum sekaligus Ketua Majelis Tinggi PPP, Muhammad Romahurmuziy (Rommy), menegaskan bahwa keputusan aklamasi tersebut tidak sah.
“Tidak ada keputusan aklamasi. Itu klaim sepihak. Proses muktamar belum menyelesaikan tahapan pemilihan ketua umum,” tegas Rommy.
Ia menilai percepatan sidang telah mengabaikan mekanisme organisasi yang semestinya diselesaikan melalui musyawarah mufakat.
Menunggu Sikap Kemenkumham
Kondisi ini membuat legitimasi Mardiono sebagai ketua umum PPP periode 2025–2030 masih menjadi tanda tanya. Publik kini menunggu langkah Kementerian Hukum dan HAM, apakah akan mengesahkan hasil muktamar atau meminta penyelesaian lebih lanjut.
Sejumlah pengamat menilai, muktamar seharusnya menjadi momentum transformasi PPP. Namun jika konflik internal terus berlanjut, peluang PPP untuk kembali ke panggung politik nasional bisa semakin mengecil.